GUNUNGSITOLI, KOMPAS.com – Museum Pusaka Nias, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, yang terletak di Jalan Yos Sudarso Nomor 134 A, masih menyimpan, merawat dan menjaga 6.000 koleksi.
Koleksi itu mulai dari perhiasan, pakaian, senjata dan perlengkapan perang, benda-benda keagamaan dan upacara, alat musik dan barang sehari-hari rumah tangga hingga koleksi yang memiliki keterkaitan kuat dan utuh secara biologi dan lingkungan di Kepulauan Nias.
Direktur Museum Pusaka Nias, Nata’alui Duha, mengatakan, salah satu koleksi yang dimiliki adalah patung yang pada zaman dulu diyakini sebagai pembersih dosa oleh para pemburu kepala manusia. Namanya Patung Siraha Horo atau Patung Pembersih Dosa.
Nata'alui mengatakan, jumlahnya kini hanya ada dua buah di ruang pameran. Patung ini terletak pada sisi kanan pintu masuk ruang pameran di Museum Pusaka Nias dengan tinggi hampir satu meter, berwana coklat, dan berdiri tegak. Keduanya terlihat masih terawat dengan baik.
”Dulunya Suku Nias atau disebut Ono Niha menganut Agama Suku, dalam kepercayaan itu adalah penyembahan patung atau berhala, sehingga dulu Suku Nias atau Ono Niha disebut sebagai Suku Penyembah Patung atau Manömba Adu,” ungkapnya, Sabtu (29/4/2017).
Menurut dia, Patung Siraha Horo digunakan pada saat sebelum berburu kepala manusia. Para pemburu menyembah patung ini untuk meminta perlindungan, keselamatan dan rezeki agar mendapatkan hasil berlimpah atas kepala manusia.
Begitu pun sebaliknya, lanjut Nata'alui, para pemburu kepala manusia harus membersihkan diri dengan berdoa pada patung tersebut setelah melakukan perburuan. Hal itu dilakukan agar anggota keluarganya tidak terkena malapetaka.
Patung Siraha Horo yang tingginya tidak sampai satu meter itu memiliki sesuatu menyerupai topi dan seperti dua tanduk yang panjang di atas kepalanya dan terdapat ukiran alat kelamin pria pada bagian bawahnya.
”Dulunya dua tanduk berasal dari dahan kayu dan akibat inspirasi para pemburu, mereka membentuk langsung utuh dari sebuah kayu sehingga dua tanduk di patungnya sebagai simbol hubungan dengan dewa yang berada di langit agar dapat mendengarkan langsung permintaan ataupun doa doa para pemburu kepala manusia,” katanya.
Jadi, lanjut Nata'alui, para pemilik patung Siraha Horo pada zaman dahulu bukan orang sembarangan. Mereka yang berhak memilikinya hanyalah para bangsawan, pendekar dan para pemburu kepala manusia itu sendiri.
”Ternyata para pemburu kepala manusia berdoa sambil menggosokannya ke punggung dan badan pemburu,” ungkapnya.
Di dalam ruang pameran, para pengunjung bisa dengan bebas melihat koleksi yang ada di museum, termasuk Patung Sihara Horo.
Yasiduhu Gulo (39), salah satu pengunjung di Museum Pusaka Nias, mengaku takjub dan kaget mendengar informasi dari pemandu di dalam museum saat menanyakan nama patung tersebut.
”Kaget saat diceritakan pemandu tadi, mendengar namanya aja sudah ngeri,” kata Yasiduhu di ruang pameran Museum Pusaka Nias, Sabtu (29/4/2017).
Dia mengaku telah mendengar penjelasan dari pemandu bahwa Patung Siraha Horo digunakan sebagai pembersih dosa oleh para pemburu kepala manusia dan bukan untuk orang sembarangan.
”Saya kira tadi pembersih dosa manusia, sempat juga tadi memohon doa di depan patung, semoga selalu sehat selamat dan mendapat rezeki berlimpah,” katanya sembari tersenyum.
(Baca juga: Cerita di Balik Patung Harimau Lucu di Cisewu)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.