Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi Pudjiastuti: Perusak Hutan Mangrove Bisa Didenda Rp 1,5 Miliar

Kompas.com - 27/04/2017, 19:07 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar

Penulis

KUTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti mengatakan perusak hutan mangrove bisa dikenakan denda Rp 1,5 miliar.

Pernyataan tersebut dikeluarkan susi menyusul adanya laporan warga yang diduga membabat hutan Mangrove di kawasan Tanjung Benoa Bali.

Susi berjanji akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Sebab, walau berada di pesisir, hutan mangrove tetap menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan.

"Bisa didenda Rp 1,5 miliar tapi itu kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup, " ujar Susi saat ditemui di Kuta, Kamis (27/4/2017).

(Baca juga: Aktivis Lingkungan Tuding Ada Reklamasi Terselubung di Tanjung Benoa)

 

Sebelumnya diberitakan, Forum Peduli Mangrove (FPM) mempersoalkan adanya reklamasi terselubung dan pembabatan pohon Mangrove oleh Bendesa adat Tanjung Benoa Made Wijaya alias Yonda.

Menurut pantauan FPM, reklamasi terselubung dilakukan di sekitar kawasan pulau pudut, Tanjung Benoa. Sedangkan pembabatan pohon Mangrove dilakukan untuk mempermudah akses menuju lokasi reklamasi tersebut.

"Pertama ditemukan pada Januari 2016 lalu. Dari penelusuran FPM pengurukan dan pembabatan mangrove dilakukan oleh Made Suarta atas perintah Made Wijaya, bukti-buktinya ada," kata ketua FPM Steve Sumolang si Denpasar pada Selasa (25/4/2017).

Luas lahan yang ditimbun saat ditemukan adalah 20 are. Sedangkan pohon yang dibabat tidak kurang dari 100 pohon. Dari bukti lapangan juga ditemukan peralatan berat seperti molen campuran semen dan sebuqh bangunan bedengan bagi pekerja.

(Baca juga: Dishut Bali dan Bendesa Benoa Bahas "Reklamasi Terselubung")

 

Steve menjelaskan, siapapun tidak berhak melakukan pengurukan lahan di wilayah pesisir, apalagi dilakukan dengan membabat mangrove terlebih dahulu.

"Untuk reklamasi terselubung itu jelas melanggar hukum karena dilakukan tanpa seizin Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan untuk pembabatan mangrove jelas tidak boleh karena itu milik negara dalam hal ini di bawah Kementrian Kehutanan," ujarnya.

Sementara itu Bendesa adat Tanjung Benoa Made Wijaya alias Yonda mengaku heran dengan langkah yang dilakukan FPM mengadukan dirinya ke Polda Bali. Diamengatakan sama sekali tidak ada pembabatan atau "reklamasi terselubung" seperti yang disebutkan.

"Saya tidak pernah perintahkan babat hutan, perintah yang saya berikan konteksnya untuk menata pesisir barat yang kondisinya sangat kumuh," kata Yonda.

Anggota DPRD Badung ini menjelaskan, untuk penataan tersebut memang harus dilakukan pemangkasan pohon, bukan dipotong sampai tumbang. Semata-mata untuk mempermudah akses pekerja.

Mengenai tudingan reklamasi terselubung Yonda menjelaskan sesungguhnya di lokasi dimaksud sudah ada daratan berbetuk tanah gundukan. Sehingga perlu diratakan dan dibendung menggunakan pasir. Tujuannya mencegah abrasi.

Pasir yang digunakan pun berasal dari lokasi setempat. Rencananya di lokasi ini akan dibangun pos pemantau oleh desa adat sesuai program Sapta pesona desa adat Tanjung Benoa. Setiap hari ini tempat dikunjungi tidak kurang dari 3.000 wisatawan.

"Kita maunya kan ditata, nantinya mau bangun bale bengong untuk pantau aktifitas di sana," tutupnya.

Kompas TV Warga Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com