Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Lingkungan Tuding Ada Reklamasi Terselubung di Tanjung Benoa

Kompas.com - 25/04/2017, 14:57 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Forum Peduli Mangrove mempersoalkan adanya reklamasi terselubung dan pembabatan pohon mangrove yang dilakukan oleh Bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda.

Menurut pantauan FPM, reklamasi terselubung dilakukan di sekitar kawasan pulau pudut, Tanjung Benoa. Sedangkan pembabatan pohon mangrove dilakukan untuk mempermudah akses menuju lokasi "reklamasi" tersebut.

"Pertama ditemukan pada Januari 2016 lalu. Dari penelusuran FPM, pengurukan dan pembabatan mangrove dilakukan oleh Made Suarta atas perintah Made Wijaya, bukti-buktinya ada," kata ketua FPM Steve Sumolang di Denpasar, Selasa (25/4/2017).

Baca juga: 10.000 Orang di Bali Berunjuk Rasa Tolak Reklamasi Teluk Benoa

Luas lahan yang ditimbun saat ditemukan adalah 20 are. Sedangkan pohon yang dibabat tidak kurang dari 100 pohon.

Dari bukti lapangan juga ditemukan peralatan berat seperti molen campuran semen dan sebuah bangunan bedengan bagi pekerja.

Dijelaskan Steve, siapapun tidak berhak melakukan pengurukan lahan di wilayah pesisir, apalagi dilakukan dengan membabat mangrove terlebih dahulu.

"Untuk reklamasi terselubung itu jelas melanggar hukum karena dilakukan tanpa seizin Kementerian Perikanan dan Kelautan. Sedangkan untuk pembabatan mangrove jelas tidak boleh karena itu milik negara, dalam hal ini, di bawah Kementerian Kehutanan," ujarnya.

Hal ini dipertegas ketua bidang ketua monitoring FPM Lanang Sudira. Menurut Sudira, mangrove yang dibabat adalah jenis langka, yaitu rizofora mucurata, casiolaris dan apiculata. Oleh forum peduli mangrove hal ini sesungguhnya telah diadukan ke subdit 4 Krimsus Polda Bali pada Februari lalu. Polisi bahkan telah turun ke lokasi dan mengumpulkan barang bukti dan keterangan sejumlah saksi.

"Harus ada penindakan tegas soal ini, di tempat lain pernah ada yang babat cuma tiga pohon langsung dihukum 3 tahun penjara," ujarnya.

Sementara itu, bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda mengaku heran dengan langkah yang dilakukan FPM mengadukan dirinya ke Polda Bali. Dia mengaku sama sekali tidak melakukan pembabatan atau reklamasi terselubung seperti yang disebutkan aktivis lingkungan itu.

"Saya tidak pernah perintahkan babat hutan, perintah yang saya berikan konteksnya untuk menata pesisir barat yang kondisinya sangat kumuh," kata Yonda.

Dijelaskan anggota DPRD Badung ini, untuk penataan tersebut memang harus dilakukan pemangkasan pohon, bukan dipotong sampai tumbang, semata-mata untuk mempermudah akses pekerja.

Mengenai tudingan reklamasi terselubung, Yonda menjelaskan sesungguhnya di lokasi dimaksud sudah ada daratan berbentuk tanah gundukan, sehingga perlu diratakan dan dibendung menggunakan pasir. Tujuannya mencegah abrasi. Pasir yang digunakan pun berasal dari lokasi setempat.

Baca juga: Ratusan orang "Long March" Tolak Pengerukan Pasir untuk Reklamasi Teluk Benoa

Rencananya di lokasi ini akan dibangun pos pemantau oleh desa adat sesuai program sapta pesona desa adat Tanjung Benoa. Setiap hari tempat ini dikunjungi tidak kurang dari 3.000 wisatawan.

"Kita maunya kan ditata, nantinya mau bangun bale Bengong untuk pantau aktivitas di sana," ujar Yonda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com