Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHS Belum Bisa Putuskan Soal Status Karst Watuputih Rembang

Kompas.com - 14/04/2017, 13:01 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Ketua Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) San Afri Awang menyatakan polemik soal pabrik Semen Indonesia di Kabupaten Rembang salah satunya karena belum adanya status karst untuk kawasan cekungan air tanah (CAT) Watuputih. Penelitian soal kawasan karst terhenti di kawasan Sukolilo di Kabupaten Pati.

"Penelitian geologi memang baru berhenti di Sukolilo (Pati), dia ketahuan jadi kawasan bentang alam karst (KBAK). Kita belum bisa putuskan (CAT Watuputih) karena belum ada yang membuktikan," kata dia, seusai berkunjung di lokasi pabrik semen Rembang, Kamis (13/4/2017).

Baca juga: Bupati Rembang: Warga Asli Penolak Semen Kendeng Hanya Segelintir

Dia mengatakan, proses satu kawasan menjadi KBAK harus dilalui dengan kajian secara komprehensif. KBAK terbentuk karena melalui proses batuan kapur. Di situ, ada proses selama jutaan tahun, ketika air hujan terjadi pelarutan batu kapur, sehingga di permukaan yang terlihat adalah ponor, yakni satu fitur karst permukaan yang mana air dapat masuk ke dalam sistem jaringan air bawah permukaan.

Selain ponor bentuk yang terlihat adalah adanya goa, dan adanya jaringan sungai bawah tanah.

Sejauh ini, kata dia, belum ada penelitian yang membuktikan di bawah kawasan CAT Watuputih ada jaringan sungai bawah tanah.

"Belum ada penelitian di bawahnya. Kita belum bisa putuskan, karena belum ada yang membuktikan," kata dia.

Baca juga: Warisan Dunia Karst Sangkulirang Terancam Hancur

Direktur Jenderal Planologi ini menambahkan, bahwa contoh pengeboran di titik pabrik semen belum bisa mewakili secara keseluruhan. San juga tidak menampik jika di kawasan CAT sudah ada ponor dan goa.

"Ponor, goa itu proses pembentukan itu jutaan tahun. Kalau tambang kena itu, tidak ada cerita reklamasi, tapi adanya kehancuran. Itu sifatnya ponor alamiah," kata dia.

Oleh karena itu, tim KLHS akan menanti kajian dari Badan Geologi ESDM untuk melakukan penelitian secara mendalam. Rekomendasi yang diberikan dalam hasil KLHS ialah diadakannya penelitian lebih lanjut.

"KLHS saat ini gunakan data sekunder. Jadi tidak perlu terburu-buru," tambahnya.

San juga mengingatkan agar semua rencana pembangunan berdasar prinsip keberlanjutan. Oleh karenanya, setiap izin lingkungan harus mengikuti KLHS. Karena KLHS untuk CAT Watuputih belum ada, maka harus dibuat terlebih dulu.

"Apa ada KLHS Kendeng, Rembang? Tidak. Maka Presiden perintahkan susun KLHS," tangannya.

Baca juga: Semen Indonesia Diminta Tunggu Hasil KLHS Lanjutan, Ini Alasannya

Problem mendasar lain, sambung dia, adanya fungsi yang tumpang tindih dalam pemanfaatan kawasan lindung.

Ia mengatakan, semua CAT masuk sebagai kawasan lindung geologi, namun di sisi lain, CAT juga mengatur kemanfaatan.

"Itu masalahnya di sana. Lalu karena ada aturan daerah lindung geologi dan kemanfaatan tambang, maka aturan ke bawah seperti itu," katanya.

Baca juga:20 Persen Wilayah Karst di Jawa Rusak

Kompas TV Terancam, Warga Demo Tolak Pengoperasian Pabrik Semen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com