Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mbah Japar Hidup Sendiri di Gubuk Selama 46 Tahun dan Tak Ingin Pindah

Kompas.com - 30/03/2017, 10:33 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis

LAMPUNG TIMUR, KOMPAS.com - Butuh waktu 10 menit untuk menunggu si empunya gubuk untuk muncul setelah pintu diketuk.

Nenek dengan tubuh bungkuk membukakan pintu dengan senyum mengembang dari wajah ramah. Sebuah tongkat dipegangnya untuk menyangga tubuh.

Gigi hitam dan kotor menghiasi senyumnya. Sesekali sengal nafas terdengar ketika dia mempersilakan para tamunya masuk.

"Saya sakit batuk-batuk dan agak sesak nafas," kata Sriyati (90) yang mengenakan kemben jarik.

Perabotan bekas botol minuman plastik, toples plastik, termos, gelas dan teko usang berserakan di lantai tanah.

Sejumput nasi dan tempe goreng sisa makanan yang telah berjamur masih ada di sebuah piring yang menumpuk bersama perabotan bekas lainnya. Aroma apek, pesing dan sisa kotoran manusia menyelimuti gubuk yang tidak berjendela itu.

KOMPAS.com/Eni Muslihah Sriyati (90) atau yang kerap disapa Mbah Japar hidup sebatang kara di sebuah gubuk di Dusun 2, Desa Gedung Wani, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur. Dia hidup mengandalkan belas kasihan warga sekitar.
Gubuk itu hanya berukuran 5x3 meter. Di bagian paling belakang tidak ada jamban, tidak ada pula air untuk kebutuhan MCK.

Tepat di samping gubuk, ada perkebunan kecil. Di sanalah, Sriyati kerap buang hajat.

Cukup

Selasa (28/3/2017) pagi, hujan lebat mengguyur Dusun 2, Desa Gedung Wani, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur.

Sriyati yang kerap disapa Mbah Japar oleh warga sekitar bercerita, dirinya tinggal sebatang kara di gubuk itu. Jika hujan turun, dia mengaku sering bersembunyi di kolong tempat tidurnya.

"Ya kalau hujan, airnya masuk saya nyumput di kolong sini," ungkap Mbah Japar sambil tertawa.

Kondisi seperti itu tak membuatnya berniat pindah dari gubuk yang dihuninya sejak sekitar 46 tahun silam itu. Dia sudah merasa cukup.

Sebelum sakit-sakitan, Mbah Japar bercerita, dirinya masih bisa menghidupi diri dengan menjadi buruh arit padi dan berdagang pecel lontong keliling kampung.

Kini, fisiknya kian melemah dan tak ada sumber penghasilan yang bisa diusahakannya. Dia kini hanya mengandalkan bantuan dari tetangga dan warga sekitar. Namun demikian, Mbah Japar tidak pernah mau diajak ikut dengan orang lain.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com