Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Konflik dan Kebakaran, Warga Desa Diajak Asyik Bertanam

Kompas.com - 10/03/2017, 09:03 WIB

OKI, KOMPAS.com - Pembukaan lahan oleh warga dengan cara melakukan pembakaran kerap menyebabkan kebakaran hutan dan menyulut konflik, termasuk di wilayah kawasan hutan Indonesia, seperti di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Di luar itu, konflik lahan tidak jarang terjadi.

Pendekatan terhadap masyarakat untuk menekan konflik itu kemudian dilakukan antara lain melalui Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Program yang menjadi bagian dari lingkup besar Integrated Fire Management Asia Pulp and Paper Sinar Mas itu merupakan sebuah usaha mengurangi ancaman terhadap lahan hutan dengan cara menyediakan mata pencaharian alternatif yang tidak bergantung pada hutan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan hutan agro.

"Potensi konflik ada (dalam pengembangan terhadap lahan hutan). Di sini, kami melakukan transfer teknologi, menekan konflik dan masalah kebakaran," ujar Zulhadi Aziz, Social Security PT Bumi Andalas Permai atau BAP, Kamis (9/3/2017), di OKI, Sumatera Selatan.

Zulhadi, yang mewakili BAP sebagai salah satu mitra suplier Sinar Mas ini, menyebut perluasan lahan masih berlanjut mengingat jumlah konsesi lahan secara total 580.000 hektar. Lahan seluas itu belum semuanya tergarap.

Dia mengakui membakar lahan untuk memulai penanaman baru memang murah secara biaya. Namun, masalah asap dan kesuburan tanah malah menimbilkan persoalan baru.

"Dulu sih ada sistem bakar lahan, cepat, tetapi kurang tepat karena mengurangi 'pupuk' (kesuburan) yang ada di tanaman. Tanpa bakar lahan, itu menambah kesuburan tanah," ujar Jamin, salah satu petani padi dan jagung program DMPA, seraya menyebut butuh Rp 1 juta per hektar di luar tenaga untuk membuka lahan, dan dananya masih dibantu via DMPA.

Targetnya, menurut Zulhadi Aziz, 500 desa di wilayah konsesi APP Sinar Mas bisa tercakup program DMPA hingga tahun 2020. Sudah 12 desa yang masuk program DMPA sejak program ini dimulai pada 2016, dan diharapkan menjadi 17 desa tahun ini.

Ketergantungan petani terhadap bantuan dana akan disikapi dengan pengadaan lembaga seperti koperasi sehingga membantu biaya produksi petani, termasuk dalam hal bunga pinjaman ringan. Plafon bantuan untuk satu desa mencapai Rp 260 juta.

"Ada yang kurang, ada yang lebih. Masalahnya, kadang tokoh desa tidak cocok dengan programnya. Belum lagi kendala akses," ujar Zulhadi, yang juga menyebut bahwa menempuh jarak 60 km saja bisa menghabiskan waktu setengah hari karena jalan berliku dan akses bertanah yang tidak memadai, apalagi saat hujan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com