Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksotisme Purbakala di Pugung Raharjo

Kompas.com - 12/02/2017, 14:17 WIB

Tim Redaksi

KOMPAS - Di balik padatnya perkebunan jagung di Desa Pugung Raharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, tersimpan jejak perkembangan peradaban Nusantara. Taman purbakala berstatus cagar budaya itu menyimpan perjalanan waktu pada zaman prasejarah, Hindu, Buddha, dan Islam.

Taman Purbakala Pugung Raharjo tampak asri. Letaknya yang ada di tengah perkebunan jagung dan jauh dari pemukiman warga membawa ketenangan tersendiri.

"Luas lahan yang ditetapkan sebagai Taman Purbakala Pugung Raharjo 30 hektar. Namun, baru sekitar 6 hektar yang sudah dibebaskan, sedangkan 24 hektar lainnya masih menjadi milik warga," ujar Turwidi, juru pelihara situs itu, Selasa (10/1/2017).

Di lahan itu, pengunjung bisa melihat sejumlah situs purbakala, misalnya benteng parit, enam situs punden berundak, situs Batu Mayat, dan Kolam Megalitik.

Benteng parit berbentuk persegi yang memanjang mengitari seluruh areal situs purbakala. Benteng dan parit itu kini hanya tampak seperti gundukan besar, yang tertimbun tanah dan ditumbuhi rerumputan.

"Di situs ini terdapat dua benteng tanah. Panjang benteng sebelah timur 1.200 meter, dan di barat 300 meter. Dahulu kala, benteng parit ini difungsikan sebagai tempat perlindungan dari gangguan binatang buas atau serangan musuh," kata Turwidi.

Masuk lebih dalam lagi, pengunjung bisa melihat beraneka punden berundak. Ukuran punden bervariasi serta ada yang berundak satu, dua, dan tiga. Arkeolog memprediksi, punden itu merupakan peninggalan zaman Megalitik sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi.

Semula punden berundak di Taman Pugung Raharjo jumlahnya 13 buah. Namun, kini hanya tersisa tujuh buah. Sejumlah punden rusak dan rata dengan tanah karena faktor usia, alam, ataupun manusia.

Dari tujuh punden yang tersisa, punden enam adalah punden terbesar. Punden enam memiliki tiga undak dengan ukuran undak pertama sekitar 25 meter x 25 meter, undak kedua 14 meter x 14 meter, dan undak ketiga 7 meter x 7 meter. Tinggi punden enam itu 7 meter.

"Punden berundak besar pemuja dengan jumlah banyak, sedangkan punden kecil digunakan pemuja dengan jumlah terbatas. Pada zaman dulu, punden difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada arwah nenek moyang, atau difungsikan sebagai kuburan," ucap Turwidi.

Di kawasan itu terdapat pula Batu Mayat. Di situs itu sejumlah batu tersusun tegak dan datar membentuk persegi panjang menyerupai kandang. Terdapat pula batu berbentuk kemaluan laki-laki (lingga), batu bergores, batu bertuliskan huruf T yang melambangkan kesuburan (wanita), dan meja batu. Menurut Turwidi, kompleks Batu Mayat dahulu kala difungsikan sebagai upacara yang berkaitan dengan pemujaan dan kesuburan.

Di kompleks situs juga ada Kolam Megalitik. Konon, lokasi ini merupakan tempat untuk mengambil air guna memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan ritual. Ada dua kolam yang dipisahkan jalan setapak berbatu. Kolam di sisi timur lebih kecil, tetapi sudah berdinding batu. Sementara kolam di sisi barat berbentuk seperti danau.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com