BANDUNG, KOMPAS.com - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menilai, beredarnya foto spanduk bertuliskan "wayang bukan budaya dan syariat Islam" sebagai penolakan terhadap pergelaran wayang kulit di media sosial sebagai bentuk ketidakpahaman.
"Penolakan itu cermin dari ketidakpahaman tentang ke-Indonesiaan dan ke-Islaman," ujar Dedi saat dihubungi, Selasa (24/1/2017).
Dedi menjelaskan, wayang tidak bisa dilepaskan dari penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan wayang kulitnya dan Jabar dengan wayang golek.
"Wayang dan perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan. Islam berkembang dengan halus dan baik salah satunya lewat wayang," tuturnya.
Wayang, lanjut Dedi, mengajarkan filosofi dasar watak kemanusiaan. Jika dikaji lebih jauh, wayang adalah lambang manusia itu sendiri.
Dedi menambahkan, dalam wayang terdapat silih sindir, sindang siloka, dan sasmita. Artinya, seluruh nilai ke-Islaman dibuat dalam bahasa halus.
"Bisa bersifat sindiran, ajakan, dan perumpamaan yang dikembangkan dalam kehalusan budi pekerti orang Indonesia. Mengajak tapi tidak seperti mengajak, menyindir tapi tidak seperti menyindir," tuturnya.
Kehalusan budi orang Sunda dan wayang membuat Islam berkembang di Indonesia tanpa kekerasan dan konflik.
"Orang Sunda halus. Budi pekertinya sangat tinggi, sehingga penerimaan terhadap agamanya sangat kuat," tuturnya.
Penolakan terhadap wayang baginya mencerminkan orang tersebut gagal paham soal wayang dan perkembangan Islam di Nusantara.
"Saya melihatnya ada upaya adu domba juga," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.