Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Briket, Warga Kampung Ini Tak Lagi Menganggur...

Kompas.com - 20/12/2016, 18:07 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Suripah (43) dan Salimah (35), dua perempuan paruh baya itu sibuk mengemasi pesanan, Selasa (20/12/2016) sore. Lengan kanannya terlihat kehitaman.

Di halaman rumahnya di Dusun Salamkerep, Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, mereka bekerja mengemas briket. Upah mereka kecil. Upah bisa terhitung lumayan andai mereka bisa menyelesaikan berapa briket yang berhasil dikemas.

Meski kecil, warga bersyukur lantaran bisa diberi tambahan penghasilan. Uang tambahan ini untuk mengurangi biaya keluarga dan meningkatkan pendapatan.

Salimah bercerita, briket yang dikemasnya akan diekspor ke luar negeri. Ia tidak menyebut spesifik negara mana yang akan dituju. Dia tahunya hanya di ekspor ke India, dan negara-negara di timur tengah.

“Saya tidak tahu diekspor kemana. Kami hanya disuruh ngemasi ini saja,” ucap Salimah.

Briket yang dikemas itu dalam ukuran kotak kecil. Satu briket kecil ukuran sekira 5 sentimeter. Briket yang dibuat dari tempurung kelapa itu lalu dikemas ke dalam kotak plastik.

Briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif untuk dikembangkan serta diekspor ke luar negeri. Proses pembuatannya mudah serta ketersediaan bahan baku relatif melaimpah.

Para pekerja, seperti Salimah dan Suripah menata briket ke dalam kotak agar susunan tertata 18 buah. Tiap plastik itu mereka dihargai Rp 55. Jika ukuran lebih besar, kotak plastik dihargai Rp 200.

Kontributor Semarang, Nazar Nurdin Briket kecil dibentuk kotak siap dikemas, untuk pangsa luar negeri.
“Ya lumayan, bisa buat samben (pekerjaan sampingan),” ujar dia.

Suripah menambahkan, warga di kampungnya sudah banyak yang bekerja sambilan mengemasi briket ini. Tiap hari, warga disetori dari pabrik.

Briket sudah dikemas dalam bentuk kotak kecil beserta plastik, serta kardusnya. Warga yang mendapat pasokan hanya bertugas mengemasi saja. Sejauh ini sudah ada lebih dari 25 keluarga yang kerja dengan pola seperti ini.

Kampung Salamkerep sendiri agak jauh dari perkotaan. Kampung berada di samping hutan milik Perhutani.

“Padahal di kampung kami ini hanya dua RT, bekerjanya di depan rumah seperti ini. Kalau rajin kami bisa dapat Rp 60.000, kalau agak malas dapat Rp 40.000 tiap hari,” tambahnya.

Meski dapat upah kecil, warga di Dusun Salamkerep ini tak banyak menuntut kenaikan gaji. Upah yang diterima warga memang cenderung turun, namun ada kalanya juga naik hingga Rp 5, - Rp 10.

Setiap briket yang diambil kembali oleh pabrik, warga lalu menerima upah. Briket yang diekspor ini dihasilkan dari arang batok (tempurung) kelapa. Pabrik mengemas tempurung kelapa hingga dibentuk menjadi kotak hitam.

Dalam proses pembuatan briket, ada proses pengerasan, lalu dibentuk sesuai pola. Seusai dibentuk, briket kotak lalu dikirim ke warga untuk dikemas ke dalam plastik, lalu diekspor ke luar negeri.

Warga kampung ini pun bisa sedikit terbebas dari pengangguran. Briket yang dikemas di depan rumah warga mampu memberdayakan masyarakat, di mana warga menjadi tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan sehari-hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com