Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nglanggeran, dari Desa TKI Menjadi Desa Wisata

Kompas.com - 02/12/2016, 05:46 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com - Keberadaan desa wisata Nglanggeran dengan gunung api purbanya yang pada 19 September 2015 lalu ditetapkan UNESCO sebagai Kawasan Global Geopark Network, ternyata mampu mengubah mindset warganya.

Sebelumnya, sebagian besar warga di Nglanggeran memilih berangkat ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun, seiring berkembangnya desa wisata Nglanggeran beberapa warga yang pernah menjadi TKI enggan berangkat kembali.

Mereka memilih bersama-sama membangun desa wisata Nglanggeran dengan membuka rumahnya sebagai home stay, membuka kuliner ataupun berternak kambing.

Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran, Sugeng Handoko menceritakan, dahulu berangkat ke luar negeri menjadi TKI sempat menjadi primadona di desanya. Sehingga mayoritas masyarakat mencari penghidupan dengan berangkat menjadi pekerja migran di negeri orang.

"Mayoritas masyarakat kami dulu menjadi TKI, ke Malaysia, ada yang ke Korea. Trennya itu berangkat, pulang, dan berangkat lagi," ucap Sugeng, Kamis (01/12/2016).

Dia menuturkan, tren berangkat menjadi TKI itu mulai berubah sekitar tahun 2013, seiring dikembangkannya desa wisata Nglanggeran.

Selain itu, berubahnya pola pikir warga juga karena adanya pendampingan dan edukasi dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Sehingga masyarakat tergerak untuk bersama-sama merintis desa wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul.

"Mulai tidak berangkat lagi itu tahun 2013, 2014. Kita satu-satunya desa yang memiliki banyak TKI, yang dikoordinir untuk mengolah aset wisata di desa dan mereka memilih tidak berangkat lagi ke luar negeri," ujarnya.

Menurut dia, warga yang pernah menjadi TKI memilih tinggal dan mengembangkan desa wisata Nglanggeran dengan menyulap beberapa kamar di rumahnya menjadi home stay. Setidaknya ada dua sampai maksimal empat kamar per rumah yang mereka sewakan untuk menginap tamu yang berkunjung ke desa wisata Nglanggeran.

"80 persen pemilik home stay pernah menjadi TKI. Ada juga yang ternak kambing dan usaha kuliner," katanya.

Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran, Sugeng Handoko
Sugeng menyebutkan, penghasilan bekerja di luar negeri menjadi TKI memang besar. Namun tenaga yang dikeluarkan juga besar selain itu mereka harus meninggalkan sanak saudara yang ada di rumah.

Akhirnya mereka memilih tinggal dan mengembangkan desa wisata karena ada kepuasan batin. Mereka bisa dekat dengan sanak keluarga dan masyarakat di desanya tetapi tetap mendapatkan penghasilan.

Penghasilan ini lanjutnya, sebenarnya hanya dijadikan sebagai tambahan. Hanya terkadang penghasilan tambahan ini justru lebih besar dibandingkan penghasilan utama.

"Yang jadi petani ya tetap bertani, peternak yang beternak, wisata itu hanya tambahan. Walau terkadang di momen-momen tertentu lebih besar," bebernya.

Ia mengakui, saat ini memang masih ada beberapa warga yang berada di luar negeri menjadi TKI. Namun mereka hanya menghabiskan masa kontrak serta niatnya untuk mencari modal. Setelah mendapatkan modal mereka akan kembali dan menginvestasikan dengan membangun rumah sekaligus digunakan untuk home stay atau membuka usaha lain di desa.

"Masih ada, tetapi mereka berangkatnya sudah dulu. Mereka cari modal untuk membangun usaha dirumah, setelah itu untuk kembali berangkat sangat kecil kemungkinannya, karena lebih enjoy di desa membangun usaha," sebutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com