Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Pokja Berharap Revisi UU ITE Tidak Dipolitisasi

Kompas.com - 28/11/2016, 12:43 WIB
Kontributor Denpasar, Sri Lestari

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diberlakukan mulai hari ini, Senin(28/11/2016) dan diharapkan tidak dipolitisasi.

Harapan ini disampaikan oleh Henri Subiakto, ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU ITE dari pihak pemerintah di sela-sela seminar dan workshop pemanfaatan tanda tangan digital pada transaksi elektronik di Denpasar, Senin (28/11/1016).

"Memang sekarang dipolitisasi. Pemerintah dianggap, gara-gara kasus Ahok, lalu (UU ITE) direvisi. Ide akan merevisi Undang-undang ITE sudah mulai dari tahun 2010, setelah kasusnya Prita Mulyasari," kata Henri Subiakto.

Baca juga: Pasal Hak Hapus Berita Negatif di UU ITE Ancam Kebebasan Pers

Henri yang juga merupakan staf ahli bidang hukum dari Kementerian Kominfo ini menjelaskan bahwa revisi Undang-undang ITE dilakukan melalui proses panjang dengan diskusi dan menyiapkan rancangan yang cukup lama.

"Karena pemerintahan Pak Jokowi ingin melakukan penegakan hukum secara adil dan demokratis, maka Undang-undang ITE harus diubah," tambahnya.

Henri menjelaskan, salah satu yang diubah adalah Pasal 27 ayat (3), yaitu pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Yang diubah adalah sanksi dari 6 tahun menjadi 4 tahun.

"Sehingga kalau ada yang ditersangkakan tidak bisa ditahan,sebelum diputus pengadilan, kan bagus. Kalau dulu Prita kan langsung ditahan duluan, setelah diadili tidak terbukti. Ada kasus-kasus lain juga begitu," terangnya.

Sementara Pasal 40 ayat 2a, pemerintah wajib mencegah informasi dan dokumen elektronik yang melanggar undang-undang.

Pasal 40 ayat 2b adalah pemerintah berwenang memutus akses informasi elektronik dan dokumen elektronik yang melanggar undang-undang.

"Pasal itu sekarang diributkan.Terus terang, munculnya Pasal 40 ayat 2a dan 2b tersebut justru dari DPR," tegas Henri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com