Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AP 1 Dukung Penuntasan Korupsi Perluasan Bandara Sultan Hasanuddin

Kompas.com - 07/10/2016, 10:13 WIB
Hendra Cipto

Penulis

MAKASSAR, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Kejati Sulselbar) mengusut kasus dugaan korupsi pembebasan lahan perluasan bandara internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, PT Angkasa Pura (AP) 1 yang merasa dirugikan angkat bicara.

Menurut Humas Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Turah Ajiari, Jumat (7/10/2016) mengatakan, penyitaan uang dari rekening PT Angkasa Pura 1 Makassar oleh Kejati Sulselbar merupakan tindakan yang tepat.

Uang sisa kerugian negara yang masih tersimpan di dalam rekening itu dititipkan ke instansi penegak hukum yang mengusut kasus korupsi pembebasan lahan perluasan bandara internasional Sultan Hasanuddin.

"Kami ke kantor cabang BRI Maros bersama-sama tim Kejati Sulselbar untuk menitipkan dana konsinyasi yang sedianya dititipkan di PN Maros. Namun mengingat dalam pembebasan lahan 60 hektar ini terdapat permasalahan hukum, maka guna mendukung proses hukum yang sedang berjalan, kami menitipkan dana konsinyasi ini ke negara dalam hal ini Kejati Sulselbar," kata Turah.

Dia mengaku, selama proses pengusutan kasus dugaan korupsi itu berjalan, pihak AP 1 sangat proaktif dan kooperatif mendukung Kejati Sulselbar dalam penuntasan perkara tersebut.

"Pada prinsipnya, AP 1 adalah korban pembelian lahan. Di mana AP 1 telah membayarkan lahan, namun sebagian besar dari pembelian lahan itu tidak dapat dimilikinya. Padahal lahan 60 hektar lahan yang dibeli itu untuk kepentingan keselamatan penerbangan, bukan untuk pengembangan bisnis atau apapun," jelasnya.

Turah menambahkan, 60 hektar lahan terdiri dari 258 bidang tanah senilai Rp 521 miliar. 248 bidang tanah telah dibayarkan dan sisa tertinggal 10 bidang dititipkan di pengadilan.

"Dari 10 bidang tanah bermasalah itu, 6 bidang sudah mendapat penetapan Pengadilan Negeri (PN) Maros. Sedangkan 3 bidang lagi sementara dalam proses PN Maros, namun akhirnya dititipkan lagi di Kejati Sulselbar. Sisa 1 bidang tanah lagi menunggu pendapat hukum dari Kejati Sulselbar, apakah bisa dibayarkan atau tidak," terangnya.

Turah menegaskan, dalam pembebasan lahan untuk perluasan bandara yang berperan aktif adalah Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dari pemerintahan daerah setempat. AP 1 hanya yang membayarkan lahan yang dibebaskan untuk perluasan bandara internasional Sultan Hasanuddin, Makassar.

"P2T yang menetapkan harga dan menentukan siapa yang berhak. Kalau dibilang mark up, bukan AP 1 yang tetapkan harga. Kalau dibilang juga salah bayar, bukan AP 1 yang menentukan siapa dibayar," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Kejati Sulselbar) akhirnya menyita uang dugaan korupsi pembebasan lahan bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar dari rekening PT Angkasa Pura 1, Kamis (6/10/2016).

Tim jaksa melakukan penyitaan dari rekening PT Angkasa Pura 1 Makassar yang disimpan di kantor cabang BRI Maros. Sebanyak Rp 8,7 miliar sisa uang pembebasan lahan tersebut ditarik dari rekening PT Angkasa Pura 1 dan dipindahkan ke rekening negara.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulselbar, Salahuddin yang dikonfirmasi menjelaskan, pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar menelan anggaran Rp 500 miliar. Namun terindikasi terjadi mark up dan salah bayar dalam traksaksi jual beli lahan tersebut seluas 60 hektar.

"Anggarannya Rp 500 miliar dan dalam kasus ini negara dirugikan sebesar Rp 300 miliar. Yang baru jaksa sita Rp 8,7 miliar. Kita masih telusuri dana yang sudah tersebar ke masyarakat," katanya.

Saat ditanya soal uang kerugian negara yang beredar di masyarakat, Salahuddin menegaskan akan melakukan penyitaan. Namun terlebih dahulu menunggu hasil tim penyidik yang melakukan penyidikan terkait uang yang beredar di masyarakat.

Terkait penanganan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan bandara itu, sebut Salahuddin, pihaknya telah menetapkan dua tersangka yakni Kepala Desa Bajimangai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Rabanur dan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Maros, Siti Rabiah.

"Keduanya berperan aktif dalam yang memanipulasi data dan menegosiasi Satgas A dan Satgas B tim pembebasan lahan. Apalagi tersangka Rabanur juga selaku anggota Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Kedua tersangka sudah ditahan di Lapas Klas 1 Gunungsari, Makassar," katanya.

Salahuddin juga tidak menampik adanya dua tersangka baru yang telah ditetapkan oleh penyidik. Hanya saja, kedua nama tersangka baru dalam kasus tersebut belum dipublikasikan.

"Ada dua orang jadi tersangka baru, tapi kita belum publis. Dalam kasus ini, jumlah tersangka akan terus bertambah," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com