Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Alam Bisa Menjadi Ancaman bagi Cagar Budaya

Kompas.com - 27/09/2016, 16:26 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Bencana alam menjadi salah satu ancaman bagi cagar budaya di Indonesia. Selain terhadap eksistensinya di masa yang akan datang tetapi juga penghidupan masyarakat sekitarnya.

Kepala Subdit Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati menjelaskan, bencana alam dapat berdampak pada penghidupan masyarakat sekitarnya, terutama terkait tiga hal yakni akses, aset, dan aktivitas.

Dia mencontohkan candi Borobudur yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pernah terdampak bencana erupsi gunung Merapi pada 2010 silam. Saat itu, candi yang dibangun pada abad ke-8 itu sempat ditutup selama kurang lebih dua bulan akibat terdampak abu vulkanik. Aktivitas perekonomian warga di sekitarnya nyaris lumpuh.

"Kalau tidak salah ada 200 kepala keluarga yang harus menanggung dampak penutupan candi Borobudur ketika erupsi Merapi. Akses, aset, dan aktivitas mereka terganggu," ujar Raditya, di Borobudur, Magelang, Senin (26/9/2016).

Selain candi Borobudur, kawasan cagar budaya Kota Gede, Yogyakarta, juga pernah terdampak bencana gempa bumi pada 2006 lalu. Saat itu ratusan bangunan joglo roboh. Meski belum tercatat sebagai warisan budaya dunia di UNESCO namun pihaknya mendorong kawasan itu tetap diperhatikan kelestariannya.

"Kami mendorong tidak hanya situs-situs cagar budaya yang tercatat di UNESCO atau cagar budaya yang tangible (terlihat) akan tetapi juga cagar budaya yang intangible (tidak terlihat). Kota Gede cukup berhasil karena adanya dukungan dana untuk recovery pembangunan joglo. Kalau tidak, bisa berbahaya,” ujarnya.

Sejauh ini, kata Raditya, BNPB sudah melakukan kajian pengurangan risiko bencana alam dengan target menurunkan indeks pengurangan risiko bencana sebanyak 30 persen sampai 2019 mendatang.

Kajian tersebut meliputi peningkatan kapasitas sumber daya manusia, di samping unsur risiko lainnya seperti ancaman dan kerentanan bencana alam.

"Indeks pengurangan risiko indikatornya ada di daerah. Kami punya peta risiko bencana yang menjadi acuan pemerintah daerah," ujarnya.

Lebih lanjut, BNPB telah menyepakai Kerangka Sendai 2015 yang menjadi acuan global pengurangan risiko bencana untuk tahun 2015 hingga 2030. Kerangka tersebut berisi empat prioritas antara lain pengurangan risiko, tata kelola risiko, investasi dalam pengurangan risiko dan membangun kembali lebih baik.

Menurut Raditya, kerangka tersebut untuk mencapai tujuh target global, yakni mengurangi jumlah korban jiwa, warga terdampak bencana, perekonomian, mengurangi kerusakan infrastruktur, penyusun rencana atau strategi pengurangan resiko bencana di daerah, kerjasama internaional dan membangun early warning system.

"Peran masyarakat juga penting dalam hal ini. Begitu juga dengan pemerintah daerah bagaimana mereka melangkah untuk mengurangi risiko bencana alam," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com