Belum usai perjuangan masyarakat Rembang memperjuangkan hak untuk hidup nyaman dan bertani dengan bahagia, beberapa hari lalu terdengar kabar Pemerintah Kabupaten Grobogan memberikan sinyal hijau masuknya pabrik semen baru.
Ketika perjuangan di Rembang belum tuntas, Pati semakin tertekan dengan dimenangkannya banding Bupati Pati di Pengadilan Tinggi Tata Usaha negara di Surabaya.
Pada Bulan Juni 2016, PT Semen Grobogan melenggang dengan keluarnya Ijin Lingkungan dari Bupati Grobogan No. 660.1/1841/2016 untuk penambangan batu gamping dan pengoperasian pabrik
Padahal Pegunungan Kendeng ditetapkan sebagai Kawasan Karst Sukolilo melalui Kepmen ESDM 0398 K/40/MEM/2005 yang kemudian dikuatkan oleh Pergub Jawa Tengah No. 28 Tahun 2008 sebagai Kawasan Lindung Kars Sukolilo oleh Gubernur Bibit Waluyo.
Kawasan Karst Sukolilo memiliki luas 118,02 km2 di Kabupaten Pati, 72,17 km2 di Kabupaten Grobogan dan 4.53 km2 di Kabupaten Blora. Penetapannya didasarkan pada tatanan geologi, bentang alam karst luar (eksokarst) dan bentang alam karst dalam (endokarst) dan tatanan hidrogeologi.
Pada tahun 2014, seiring keluarnya peraturan baru Permen ESDM No. 17 Tahun 2012, akhirnya karst Sukolilo ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo sesuai dengan Kepmen 2641 K/40/MEM/2014 menjadi kawasan lindung geologi sebagai bagian kawasan lindung nasional.
Belum menjamin
Namun sayangnya, status lindung tersebut masih belum cukup menjamin kelangsungan fungsi karst sebagai penyedia jasa lingkungan yang ada di Pegunungan Kendeng.
Jasa penyedia air, pengendali air dengan fungsi resapan dan pengendali hama melalui kelelawarnya, serta menjaga kepastian siklus hidrologi maupun siklus hara yang menopang kawasan sekitarnya berada di ujung ketidakpastian.
Penetapan KBAK tersebut menjadi kawasan lindung ternyata justru menjadi kue yang menggunggah selera industri semen. Daerah di luar kawasan lindung menjadi menu pesta industri semen dari Rembang, Pati sampai Grobogan.
Berbagai alasan muali dari tapak penambangan yang sudah sesuai dengan RTRW, dan lokasi yang berada di luar KBAK menjadi dalih yang rutin didengar ketika suara penolakan dikumandangkan.
Dasar penetapan KBAK yang ternyata tidak selaras dengan fakta di lapangan menjadi permasalahan tersendiri.
Kawasan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Semen Indonesia di Rembang yang berada di Cekungan Air Tanah Watu Putih juga menjadi masalah.
Mata air itu, berdasarkan data di dokumen Andal, 40 persen daerah tangkapannya berada di dalam IUP. Hal ini dikhawatirkan mengancam kelangsungan ketersediaan air nantinya.
Persoalannya sekarang, penetapan KBAK ternyata tidak menjamin fungsi karst dan jasa lingkungannya terlindung dari ancaman industri semen.