Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imam dari Turki di Masjid Raya Pekanbaru

Kompas.com - 08/08/2016, 20:31 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

PEKANBARU, KOMPAS.com--Memasuki halaman Masjid Raya Pekanbaru, saya seperti memasuki lorong waktu yang purba, saat Pekanbaru masih sunyi. Sebab, menurut cerita, masjid ini merupakan masjid pertama yang dibangun di Pekanbaru. Menurut catatan, masjid ini dibangun pada abad ke 18 tepatnya 1762.

Menurut Yulimaswati (38), Pengurus Sadar Wisata Desa Kampung Wisata Bandar Senapelan, Pekanbaru, Masjid Raya awalnya dibangun dengan empat tiang (tiang suri). Kini keempat tiang itu juga masih berdiri kokoh. Seperti galibnya masjid kuno, masjid yang terletak di Jalan Senapelan Kecamatan Senapelan ini juga memiliki arsitektur tradisional. Mesjid ini juga jadi bukti bahwa Kerajaan Siak Sri Indrapura pernah bercokol di Pekanbaru (Senapelan), tepatnya semasa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sebagai Sultan Siak ke-4 dan diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak ke-5.

Demikian juga mimbar pemberian Sultan, masih terpelihara hingga kini. Menurut penuturan warga setempat, Masjid Raya Pekanbaru didirikan saat Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan dan menjadikan Senapelan (sekarang Pekanbaru) sebagai Pusat Kerajaan Siak. Sudah menjadi adat Raja Melayu saat itu, pemindahan pusat kerajaan harus diikuti dengan pembangunan "Istana Raja", "Balai Kerapatan Adat", dan "Masjid". Ketiga unsur tersebut wajib dibangun sebagai representasi dari unsur pemerintahan, adat dan ulama (agama) yang biasa disebut "Tali Berpilin Tiga" atau "Tungku Tiga Sejarangan".

Pada penghujung tahun 1762, dilakukan upacara "menaiki" ketiga bangunan tersebut. Bangunan istana diberi nama "Istana Bukit", balai kerapatan adat disebut "Balai Payung Sekaki", dan mesjid diberi nama "Mesjid Alam" (yang mengikut kepada nama kecil sultan Alamuddin yaitu Raja Alam).

Pada tahun 1766, Sultan Alamuddin Syah meninggal dan diberi gelar MARHUM BUKIT. Sultan Alamuddin Syah digantikan oleh puteranya Tengku Muhammad Ali yang bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Pada masa pemerintahannya (1766-1779), Senapelan berkembang pesat dengan aktivitas perdagangannya. Para pedagang datang dari segala penjuru. Maka untuk menampung arus perdagangan tersebut, dibuatlah sebuah "pekan" atau pasar yang baru, pekan yang baru inilah kemudian menjadi nama "Pekanbaru" sekarang ini. Kini makam para pendiri Kota Pekanbaru berada di sebelah Masjid Raya.

Perkembangan kota dan jumlah penduduk yang bertambah, menyebabkan Masjid Alam tidak lagi cukup menampung para jemaah yang beribadah maupun yang menuntut ilmu agama di sana. Apalagi Sayid Osman, seorang ulama, menggunakan mesjid tersebut sebagai pusat dakwah penyebaran Agama Islam. Atas dasar musyawarah Sultan Muhammad Ali, Sayid Osman, Datuk Empat Suku beserta para pembesar lainnya, disepakati untuk memperbesar mesjid tersebut.

Pada tahun 1775, pekerjaan membesarkan bangunan mesjid dilakukan. Menurut sumber lokal, bangunan masjid yang diperbaharui tersebut, keempat "Tiang Seri" disediakan oleh Datuk Empat Suku, "Tiang Tua" disediakan oleh Sayid Osman, "Kubah Mesjid" disediakan oleh Sultan Muhammad Ali, sedangkan pengerjaannya dilakukan oleh seluruh rakyat. Cara ini menunjukkan persebatian/kesatuan antara Pemerintah, Ulama, Adat dan masyarakat. Acuan ini kemudian dikekalkan di Kerajaan Siak, yang mengandung maksud tertentu pula :
Sultan : Pucuk pemerintahan pemegang daulat
Datuk Empat Suku : Tiang pemerintahan pemegang adat

Kini, masjid ini sedang dalam tahap perbaikan. Pada hari-hari biasa selalu ada masyarakat yang datang untuk beribadah maupun berziarah. Suasana masjid akan bertambah hidup saat Ramadhan menjelang. Suasana sehari sebelum masuk bulan suci, di masjid ini diadakan pawai ta'aruf yang dipimpin langsung oleh Walikota Pekanbaru. Setelah shalat ashar; walikota, tokoh masyarakat, warga sekitar juga menjadi peserta pawai ziarah ke makam Marhum Pekan (pendiri Pekanbaru) yang dimakamkan di sebelah masjid raya. Kemudian para peserta berjalan menyusuri jalan lama, hingga sampai ke tepian Sungai Siak, tempat di mana acara puncak hari penyambutan bulan suci Ramadhan ( potang balimau) berlangsung.

"Kalau pas ramadhan, di masjid raya biasanya diadakan pesantren kilat.... Terus setiap hari disediakan makanan untuk para musafir, dhuafa, fakir miskin untuk berbuka bersama. Setiap hari ada saja yang menyumbangkan tajil ke situ,"tutur Yulimaswati.

Yuli menuturkan, imam untuk shalat tarawih selalu didatangkan dari Turki atau Afganistan. Setiap malamnya sang imam melafadzkan satu juzz dengan shalat tarawih sebanyak 23 rakaát.

Sebagai masjid kuno, tentu saja diyakini membawa tuah. Di antaranya, air sumur di masjid tersebut dapat menyembuhkan orang sakit, seperti yang diceritakan Yuli, "Seingatku dulu kalau aku sakit... Mama sering membawaku ke Masjid Raya. Beliau memandikan aku di tangga masjid dengan air sumur tujur rasa. Aku sudah tiga kali dimandikan di situ waktu kecil. Karena memang saat kecil aku suka sakit-sakitan.

Yuli menambahkan, konon, air di dalam sumur itu saat adzan di hari Jumat, mendidih. Saat kita berwudhu, apabila kita beruntung kita bisa merasakan rasa yg berbeda dari air sumur tersebut. Hmmm... Wallahu A'lam Bishawab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com