Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhut Janjikan Tata Ruang Ulang dan Keberpihakan pada Masyarakat Adat

Kompas.com - 01/08/2016, 18:09 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

PARAPAT, KOMPAS.com - Enam perwakilan suku Batak bergantian berbicara kepada Wakil Presiden Yusuf Kalla, Sabtu (30/7/2016).

Mereka menyampaikan beragam persoalan rakyat dan hak-hak adat yang mereka alami di Sumatera Utara, mulai dari tapal batas, hak mengelola dan memanfaatkan hutan, hingga hak ulayat dan komunal.

Menanggapi itu, Kalla menyatakan bahwa pemerintah sangat menghargai hukum-hakum adat yang berlaku di semua daerah.

Soal konflik tanah, kepemilikan lahan, dan hak masyarakat adat di sekitar hutan, Kalla menyerahkannya kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang kebetulan ada di situ.

Sambil memegang buku catatan kecil, Siti mengatakan akan menjelaskan dua hal yang ditanyakan terkait implikasi dan implementasi Pasal 18 b ayat 2 Undang-Undang Dasar RI.

Menurut Siti, dalam visi-misi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, ada keinginan agar pemerintah selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, selalu bersama masyarakat hukum adat. Maka itu, dilakukanlah pengembangan perhutanan sosial yang akan dibahas dalam rapat terbatas kabinet.

Siti mengatakan, saat ini Kemenhut sedang meneliti tipe masyarakat adat di dalam hutan di beberapa provinsi di Indonesia, salah satunya di Sumut.

"Pesan Pak Presiden dan Wapres kepada kami, bagaimana hutan berarti dan bermanfaat menyejahterakan masyarakat. Jadi, tidak ada lagi kegiatan pengusiran dari dalam hutan, ini tidak boleh lagi," kata Siti di acara Musyawarah Masyarakat Adat Batak (MMAB) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Punguan Simbolon Dohot Boruna Indonesia (PSBI) 2016 di Parapat, Sumatera Utara, Minggu (31/7/2016).

Ia sudah mendapat peta partisipatif yang dibuat masyarakat yang mencakup hutan masyarakat seluas 6 juta hektar, di mana 4,3 juta hektar di antaranya ada penghuninya.

Saat ini Kemenhut sedang mempersiapkan satuan tugas yang akan mempercepat langkah-langkah program masyarakat hukum adat tersebut. Siti mengakui sangat konseptual karena memang harus berhati-hati melaksanakannya.

"Untuk tata ruang dan register di Sumut terkait SK 459 yang tadi disebutkan, diterbitkan pada Agustus 2014, jadi belum kepemimpinan yang sekarang. Kami memang merencanakan akan melakukan review terhadap SK Menhut Nomor 459 ini dengan memperhatikan catatan-catatan dan riwayat tanah dari seluruh masyarakat adat di Sumatera Utara," kata dia.

Seusai penanaman 7.700 pohon di area seluas 15 hektar di wilayah kesatuan pengelolaan hutan lindung unit XVIII Sumut di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Siti langsung melakukan rapat mendadak dengan sejumlah kepala daerah di rumah dinas Bupati Toba Samosir (Tobasa) Darwin Siagian.

Wakil Bupati Tobasa Hulman Sitorus, Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor, Bupati Karo Terkelin Brahmana beserta para staf, dan Ketua DPP Nasdem Martin Manurung hadir dalam rapat terkait kerusakan alam di kawasan Danau Toba itu.

"Sudah sangat mengkhawatirkan, khususnya kawasan hutan. Pembalakan liar, kerusakan akibat beroperasinya perusahaan swasta, sampai alih fungsi hutan yang dilakukan masyarakat, itu yang dibahas," kata Martin, Jumat (29/7/2016).

Kepada wartawan, Siti mengakui bahwa kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba sangat memprihatinkan. Untuk itu, ia meminta komitmen kepala daerah yang wilayahnya berhubungan dengan Danau Toba agar meningkatkan pengawasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com