Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Selamat Memperingati Ketidakbebasan Pers.."

Kompas.com - 04/05/2016, 18:36 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Eko Riyadi, menyatakan pembubaran Peringatan Hari Pers International yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, mengancam kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.

"Selamat memperingati ketidakbebasan pers, duka cita mendalam atas matinya sebuah kebebasan," ucap Eko saat jumpa pers di Yogyakarta Rabu (4/5/2016).

Tindakan pembubaran acara AJI Yogyajarta pada Selasa (3/5/2016) malam itu, dipandang Eko sebagai babak baru kepolisian.  Menurut dia, saat Orde Baru represi dilakukan oleh negara, di era pasca reformasi, represi dilakukan oleh kelompok-kelompok ormas intoleran. Saat ini, lanjutnya, justru aparat negara dalam hal ini polisi aktif melakukan represi.

"Kemarin masih malu-malu, sekarang sudah bergeser polisi aktif melakukan represi dengan mengambil peran membubarkan. Meski alasanya masyarakat menolak atau alasan lainya, tetapi aktor utamanya adalah polisi," katanya.

Menurut dia, kondisi itu menunjukan fase buruk kepolisian. Pasalnya, aparat penegak hukum yang terlibat dalam pembubaran.

"Seperti ada perselingkuhan antara aparatur negara dengan kelompok intoleran," ujarnya.

"Kejadian seperti ini bukan yang pertama, saya sudah berbicara dengan Komnas HAM agar datang ke Yogya untuk menyelidiki kasus-kasus intoleran," tambah dia,

Ia menyebutkan,  Yogyakarta sebenarnya punya rekam jejak sangat baik dalam kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul. Namun akhir-akhir ini justru bergeser dan banyak kejadian-kejadian intoleran.

"Ini mengancam kebebasan pers, akademis dan kebebasan kita bersama yang dijamin konstitusi. Harus ada perubahan agar Yogya lebih baik," katanya.

Ditempat yang sama Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) Yogyakarta Hairus Salim menambahkan,  seharusnya aparat keamanan dalam hal ini kepolisian bisa mengamankan serta melindungi kebebasan berekspresi serta berkumpul.

Hal itu, sebutnya, terbukti dalam simposium 65 di Jakarta beberapa waktu lalu dalam tekanan yang besar, aparat kemanan mampu melindungi hingga acara berjalan lancar.

"Kalau punya keinginan, mengalah kepada kelompok intoleran itu hanya mitos. Kuncinya tetap di kepolisian," ujarnya.

Hairus mengungkapkan, semua pihak harus bisa menghormati perbedaan.  "Kita harus menghargai perbedaan, tapi tidak boleh memaksakan kehendak," ucap dia.

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Anang Zakaria mengecam keras tindakan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya Polresta Yogyakarta karena telah membubarkan acara peringatan hari Kebebasan Pers International dan melarang pemutaran Film " Pulau Buru tanah air beta" pada Selasa (03/05/2016) malam.

"Pembubaran bukan oleh warga, tetapi polisi. Potensi konflik itu ada, tetapi polisi justru seakan tunduk kepada ormas intoleran," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com