Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kartini Melawan Diskriminasi terhadap Ibu Kandungnya

Kompas.com - 21/04/2016, 11:57 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Peringatan Hari Kartini setiap tanggal 21 April mempunyai cerita tersendiri bagi Bupati Jepara Ahmad Marzuki. Menurut dia, kiprah Kartini tidak lepas dari sosok ibu kandungnya, Ngasirah.

Sebagai perempuan yang bukan dari kalangan bangsawan atau darah biru, Ngasirah tak boleh tinggal di kamar di pendopo. Dia pun bukan permaisuri sehingga hanya boleh tinggal di bagian belakang.

"Kartini mengangkat orang-orang marginal, termasuk ibunya sendiri. Ketika Kartini mau menikah, dia menginginkan syarat, yaitu ibunya harus bisa bebas masuk di pendopo," tutur Marzuki.

Sutradara Hanung Bramantyo yang melakukan riset soal Kartini juga menuturkan hal senada. Karena Ngasirah, Kartini tidak ingin namanya ditambahi gelar Raden Ajeng. Pasalnya, jika memakai atribut itu, dia akan dipisahkan dari ibunya Ngasirah. Dia lalu minta dipanggil Kartini saja.

"Ngasirah, ibu kandung Kartini, dia bukan darah biru. Bapaknya Djojo Adhiningrat yang ketika itu mau jadi bupati harus menikah dengan seorang darah biru, akhirnya berpoligami dengan putri Raja Madura," kata Hanung.

Kartini yang terhitung darah biru pun, lanjut Hanung, kerap tinggal di pojok belakang pendopo bersama ibunya.

"Kartini dibilangi, 'kalau kamu tidur di belakang, kamu (Kartini) tidak bisa jadi Raden Ayu, tidak bisa sekolah'," kata Hanung di Jepara, akhir pekan lalu.

Tak hanya itu, saat Kartini hendak ditahbiskan sebagai seorang bangsawan, Kartini diminta untuk tidak memanggil ibunya dengan panggilan "Ibu", melainkan "Yu", panggilan untuk para abdi dalem pendopo yang lainnya. Namun, Kartini menolak.

Wali perempuan

Marzuki lalu menyebutkan, karena pemikiran dan perjuangannya, Kartini yang lahir dan dibesarkan di kota ukir tersebut dimasukkan dalam daftar wali perempuan yang ada di Indonesia.

Dia mengaku baru mengetahui Kartini di-dapuk sebagai wali setelah diinformasikan oleh Ketua Jamaah Al-Khidmah. Di agama Islam, wali dianggap sebagai sosok suci, bersih, berkepribadian, mempunyai kesucian dan pengetahuan yang tinggi.

Salah satu karyanya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, lanjut Marzuki, tidak lepas dari inspirasi dari kitab suci agama Islam, Al Quran.

Marzuki juga bercerita bahwa meski berada di dalam kamar yang sempit dan tidak boleh keluar dari Pendopo Jepara, Kartini bisa mengetahui kehadiran sosok pahlawan Agus Salim.

"Kalau orang tidak diberi keistimewaan, tidak akan bisa," kata Marzuki.

Selain itu, lanjut Marzuki, jauh sebelum Kartini hadir, kota ukir itu dikaruniai sosok perempuan yang tangguh menjadi panglima perang, Ratu Kalinyamat, pada tahun 1459.

Kalinyamat berhasil mengusir penjajah dari Selat Malaka dan dikukuhkan sebagai Adipati Jepara.

 

Kompas TV Mengenal Sosok RA Kartini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com