Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Utiyah, Wanita Luar Biasa yang “Tampung” dan “Hidupi” Ratusan Orang Gila

Kompas.com - 25/03/2016, 12:49 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Utiyah, 46 tahun, memang sosok perempuan yang luar biasa. Nilai kemanusiaannya terlihat begitu nyata.

Ia seakan tak pernah lelah untuk merawat ratusan orang yang bermasalah dengan gangguan jiwa, atau gila, stres hingga depresi.

Hebatnya, semua orang yang bermasalah itu dirawat di rumahnya, di Dusun Jurutengah, Desa Erorejo, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo.

Rumahnya pun terbuka lebar, menyambut mereka yang datang dari berbagai wilayah itu. Utiyah dalam merawat orang-orang “gila” itu memang tak sendiri.

Ia dibantu suaminya, dan dua adiknya. Utiyah dengan sabar memberi nasehat, menuntun agar mereka kembali sehat seperti sedia kala.

Berbagai metode terapi pun dilakukan, mulai dari nasehat, musik hingga dzikir. Ia membiarkan anak asuhnya bernyanyi bebas, lantaran itu salah satu metode.

Tak ayal, alunan musik dangdut menggema di seluruh sudut ruangan bersahutan dengan suara mereka bernyanyi.

“Saya dirikan ini sudah sejak 2003. Yang datang ke sini dari berbagai wilayah di Indonesia. Rata-rata yang datang mereka sudah menyerah untuk merawat,” ujar Utiah, Kamis (24/3/2016) kemarin.

Ketika merawat ratusan orang gila, Guru Sekolah Dasar Erorejo ini pun tidak pernah menerima gaji.

Bahkan, sejumlah tanah miliknya yang berada di samping rumahnya didirikan sejumlah bangunan permanen sebagai tempat penyembuhan mereka.

Utiyah pun rela berbagai kehidupan di tengah orang-orang gila, hingga merawat orang-orang yang kehilangan akal ini kembali ke jalur yang benar.

Tempat yang dibangunnya ini diberi nama Zikrul Ghofilin. “Kalau datang kesini pertama kalau masih nyambung, saya kasih sugesti. Kalau mereka merasa cemas, ketakutan saya pijet saraf. Kemudian ada dzikir juga,” kata dia.

Degan cara itu, anak asuhnya itu sedikit demi sedikit yang kembali sehat. Dalam waktu khusus, tanpa disuruh mereka sudah bisa untuk mengerjakan ibadah tersendiri.

“Kalau depresi biasanya dua minggu sudah bisa sembuh. Tapi kalau yang datang sudah bertahun-tahun gila, sulit untuk sembuh,” kata dia.

Dalam merawat, ia juga tidak pernah memberi tarif. Mayoritas anak asuhnya 60 persen dari keluarga miskin, sehingga tak sanggup jika dimintai iuran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com