Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimi, Jatuh Bangun Membesarkan Markisa Noerlen Warisan Ibu

Kompas.com - 21/03/2016, 07:13 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com – Perempuan berpenampilan tomboy itu mempersilakan saya duduk. Ia kemudian menyajikan sebotol jus markisa segar. Nikmatnya, pas betul dengan suhu udara Kota Medan yang sangat terik.

Dia adalah pemilik Sirup Markisa Noerlen Medan, saya menemuinya sepekan yang lalu di Jalan Sei Tuan Nomor 7 Medan Baru, Kota Medan, di Rumah Markisa Noerlen yang asri.

Lepas dahaga, saya baru memandang sekeliling. Lemari-lemari pajang berisi botol-botol sirup dan makanan berjejer hampir mengelilingi ruang tamu yang terbilang luas itu.

Di tengah ruangan ada deretan meja-meja kecil yang di atasnya penuh makanan aneka rupa. Selain itu, sebuah lukisan dari biji markisa berdiri tepat di ujung sofa.

“Ini ibu, dia yang memulai usaha ini. Dia yang pertama meracik dan mengolah markisa menjadi sirup. Merek dagang itu namanya. Kakak meneruskan perjuangannya, bagi kakak ini amanat. Satu pesan ibu yang sampai sekarang kakak pertahankan adalah menjaga kualitas dan nama baik,” kata Rachmi Novianti menunjuk lukisan tersebut.

Cerita pun mengalir dari wanita yang akrab dipanggil Kak Mimi itu. Noerlen mulai dirintis pada 1985, awalnya sebagai pengisi waktu luang sejak suami dari almarhum Noerlen pensiun dari salah satu BUMN. Namun lama-lama menjadi sumber penghasilan utama keluarga yang menghidupi enam anak-anaknya.

“Kebetulan saja kami tinggal di rumah besar tapi ayahku bukan seorang pebisnis, ibu yang kalang kabut memikirkan nasib kami setelah ayah pensiun. Dari Noerlen-lah kami dihidupi. Awalnya cuma sirup, selai sama kue-kue kampung saja, khas Padang, apalah yang berbau Padang,” ujar Mimi.

Tahun awal berdiri, Mimi waktu itu masih duduk di bangku SMA. Dia hanya terlibat sebatas bantu-bantu kecil seperti mengetik label. Apalagi semasa kuliah hingga menikah, dia beberapa waktu tinggal di Singapura.

Sebelum 2007, Sirup Markisa Noerlen seperti hidup segan mati tak mau. Namun berkat omelan dan sindiran sang ibu, Mimi tertantang membesarkan buah keringat perempuan yang melahirkannya itu.

Mulai tahun itu, dia gencar berinvestasi dan mempromosikan produksi Noerlen.

Melakukan inovasi-inovasi dan kreasi-kreasi produk olahan berbahan markisa seperti coklat markisa dan selai terong belanda. Bahan bakunya langsung di datangkan dari Brastagi. Ia pernah menghabiskan 100 kilogram markisa. Namun, sekarang hanya 60 kilogram, susut 50 persen.

Dampak erupsi gunung Sinabung sampai saat ini masih membuat pasokan bahan baku buah terganggu. 2015 adalah tahun terburuk penjualan karena ketiadaan bahan baku dan penurunan daya beli masyarakat, namun sekaligus tahun kebangkitan Noerlen di tangan Mimi.

Untuk mengatasi persoalan ini, selain mempertahankan produk premium yaitu sirup markisa asli, Mimi pun membuat produk minuman dengan merek lain dengan harga yang lebih murah.

“Secara idealisnya untuk sirup Noerlen tidak akan kakak ubah sampai kapanpun, tetap akan di kelas premium. Tapi untuk mempertahankan usaha, untuk mempertahankan cash flow kakak harus membuat second product, harus! Dengan merek lain, jangan Noerlen, kakak juga harus menghidupi karyawan kakak,” katanya.

Mimi pun mengeluarkan teh markisa, dengan harga hanya Rp 6.000 per botol. Beda dengan juice markisa bulir yang dibanderol Rp 15.000 per botol ataupun markisa tanpa biji Rp 10.000 per botol. Sementara  untuk harga sirup mencapai Rp 120.000 per satu liter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com