Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Srini Maria, "Ibu Sayur Organik" dari Lereng Merapi

Kompas.com - 08/03/2016, 10:01 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

Memperingati Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret, Redaksi Kompas.com menayangkan beberapa artikel yang mengangkat kisah-kisah inspiratif perempuan dari berbagai wilayah Indonesia.


MAGELANG, KOMPAS.com
- Siang itu, gerimis mengguyur sebagian kawasan lereng Gunung Merapi. Udara seketika menjadi dingin dan berkabut. Namun cuaca itu tidak membuat Srini Maria Margaretha berdiam diri di dalam rumah.
 
Wanita setengah baya itu masih terlihat sibuk melayani sekelompok mahasiswa yang ingin berkonsultasi terkait penelitian perkebunan organik dengannya.

"Ya begini, setiap hari banyak yang datang ke rumah saya untuk belajar bersama tentang bercocok tanam dan ternak secara organik," tutur Srini kepada Kompas.com saat bertandang ke rumahnya, Minggu (6/3/2016).

Warga Dusun Gowok Ringin, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu memang dikenal sebagai petani wanita yang gigih mengggerakkan para petani, khususnya petani wanita, sekitar lereng merapi untuk gemar bercocok tanam.

Rumah Srini tidak begitu besar. Hanya saja memiliki pekarangan sekitar 2.500 meter persegi mengelilingi rumah. Aneka macam tanaman sayuran, seperti sawi, pokcoy, peterseli, tomat, cabai, rosemary, lettuce, buncis, hingga buah-buahan seperti jeruk, srikaya, dan bit.

Di belakang rumahnya, ada belasan kambing dan sapi ternak miliknya sendiri dan milik mitra taninya. Tampak seorang pegawai yang sedang sibuk membersihkan kandang binatang ternak itu.

"Coba cium baunya, tidak bau kotoran kambing dan sapi kan?" ujar Srini saat kami mendekat kandang kambing dan sapinya.

"Kandang jadi tidak bau kotoran karena kami pakai sistem organik, rumput atau pakan ternak difermentasi dahulu sebelum diberikan ternak. Kotoran dan air kencing juga dipisah untuk nantinya diolah lagi menjadi pupuk tanaman," ungkapnya.

Menggunakan sistem organik, lanjut dia, memiliki banyak keuntungan. Tidak ada kotoran maupun limbah yang terbuang sia-sia. Semua bisa diolah lalu dimanfaatkan kembali. Di samping ramah lingkungan, pengelolaan ternak menjadi lebih hemat dari segi biaya dan tenaga.

"Kami tidak lagi ngarit (merumput) setiap hari karena rumput sudah difermentasi. Kami tidak lagi perlu bermacam-macam pupuk kimia yang harganya mahal. Semua pupuk kami olah dari bahan-bahan sekitar kami," tutur dia.

Sarjana pendidikan bahasa

Kompas.com/Ika Fitriana Srini Maria Margaretha, merawat tanaman sayur dan buah organik di pekarangan rumahnya di Dusun Ringin, Desa Sengi, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Belakangan Srini memang dikenal sebagai wanita yang handal dan gigih mengkampanyekan budaya bercocok tanam dan beternak organik. Dia tidak pelit ilmu sehingga para petani sekitar dan dari luar daerah kerap bertandang ke rumahnya untuk berkonsultasi.

Dari latar belakang pendidikan, sejatinya Srini bukanlah sarjana pertanian. Ia merupakan alumnus jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Tidar Magelang.

Lulus kuliah, Srini pun menekuni profesi yang bertolak belakang dengan aktivitas bercocok tanam. Dia pernah menjadi guru TK di Kecamatan Muntilan dan guru SMA di Kota Magelang. Srini juga pernah menekuni bisnis multilevel marketing (MLM).

Kemudian saat mulai pensiun, dia beraktivitas sebagai pendamping wisata Live In untuk anak-anak kos yang tinggal di desanya. Saat itu, tanpa sengaja dia bertemu dan berkenalan dengan seorang petugas Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah. Dari perkenalannya itu, ia kenal dengan dunia pertanian.

Di dunia barunya itu, dia seolah menemukan kehidupan yang jujur. Kehidupan yang senantiasa berdampingan dengan alam dan masyarakat sekitar. Dia pun optimistis untuk menghabiskan masa pensiunnya dengan bertani dan berternak.

"Kehidupan seperti ini tidak saya temukan di dunia pekerjaan saya sebelumnya. Saya benar-benar belajar kehidupan di sini (pertanian). Karena kalau kita baik dengan alam maka alam juga memberi imbas baik kepada kita," ungkapnya.

Pertama kali ia tertarik dengan tanaman baby buncis yang kemudian mengantarkannya menjadi eksportir baby buncis sejak pertengahan 2010 silam. Ia sempat belajar tentang pertanian di Bandung Jawa Barat.

Setiap dua hari sekali, dia mengirim puluhan kuintal sayuran ke luar Singapura, Malaysia dan berbagai negara. Dari usaha ekspor sayuran itu, dia mampu membangun rumah packing sayuran samping rumahnya.

Berbagi

Menjadi petani perempuan sukses bukan perkara mudah. Dia juga berpikir ilmu yang didapatkannya harus ditularkan kepada perempuan-perempuan sekitarnya yang saat itu menjadi petani konvensional.

Dia rajin pergi ke berbagai arisan maupun pertemuan untuk sosialisasi hingga akhirnya terkumpul 28 orang petani perempuan untuk membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) Merapi Asri sampai sekarang.

Namun, baru saja merintis usaha packing sayuran bersama anggota KWT-nya, erupsi Merapi 2010 nyaris menggagalkan semuanya. Tanamannya habis, modal ludes diterjang bencana.
Dengan sisa semangat dan modal dari bantuan suami yang juga pensiunan PNS, dia bertekad memulai lagi pertaniannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com