Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituduh Tunggak Pajak Rp 4 Miliar, Penjual Komputer Disidang

Kompas.com - 03/02/2016, 18:24 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com - Pengusaha aksesoris dan peralatan komputer Yulianto (36) menjalani sidang perdana kasus penunggakan wajib pajak di PN Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (3/2/2016).

Sidang yang dipimpin hakim Boni yang dibantu hakim Ahmad Rifai dan Rudiah tersebut berlangsung hanya sekitar 20 menit.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum, Yulianto memiliki usaha yang bergerak di bidang perdagangan aksesoris dan peralatan komputer.

Usaha tersebut dimulai pada 2010 dan 2011. Selama masa itu, Yulianto selaku wajib pajak, dengan sengaja tidak menyampaikan PPN dan SPPT kepada Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gandi Wijaya menjelaskan, keuntungan yang didapat dari hasil penjualan aksesoris serta peralatan komputer langsung disetor ke rekening Bank Kalbar atas nama terdakwa.

"Selain itu, terdakwa juga tidak melakukan pencatatan dari keuntungan yang didapat dari hasil penjualan. Hal itu untuk menghindari wajib pajak," kata Gandi.

Yulianto dijerat pasal 39 ayat (1) huruf C Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 16 tahun 2009.

Sesuai dengan undang-undang ini, Yulianto terancam dengan hukuman penjara karena menghindari pajak.

Usai pembacaan surat dakwaan, Yulianto melalui kuasa hukumnya Cecep Priyatna dan Budi Hari Janto langsung melakukan eksepsi dan mengajukan permohonan penangguhan penahanan.

Cecep menjelaskan, kliennya tersebut dituntut dengan UU No 6 Tahun 1983 pasal 39 ayat 1 huruf C oleh JPU. Namun menurutnya, pasal tersebut tidak sesuai dengan dakwaan.

"Dakwaan tersebut harusnya huruf D, bukan di huruf C. Perkara ini, tidak mempunyai suatu logika. Karena dakwaan JPU menghilangkan nilai jumlah PPN yang sudah dibayarkan dari hasil pembelian barang," ujar Cecep.

Menurut Cecep, yang dirugikan bukanlah negara, melainkan wajib pajak itu sendiri. Apalagi, pihak Kanwil DJP Kalbar tidak memperhitungkan pajak masuk dan pajak keluar dari hasil pembelian.

"Vendorlah yang seharusnya menyetorkan PPN tersebut ke negara. Oleh Kanwil Pajak, itu dihapus dan dihilangkan. Pajak itu, tidak bisa dikenakan dua kali terhadap wajib pajak," tambah Cecep.

Mengenai kerugian sebesar Rp 4.025.992.902 itu adalah ketetapan pajak dan bukan kerugian. Namun, kata Cecep, nilai ketetapan pajak wajib pajak lah yang dinilai Kanwil DJP yang semestinya dibayarkan oleh Yulianto.

Usai menerima permohonan yang diajukan penasehat hukum, majelis hakim akhirnya memutuskan untuk melanjutkan sidang kasus ini pada Rabu (10/2/2016) pekan depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com