"Wajar dong kami cemburu. Misalnya begini, taksi Uber dan Grab itu apakah menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah)? Kan tidak ada. Mereka begitu enak, tidak punya izin, tidak harus bayar pajak, tidak harus urus ini dan itu sebelum beroperasi," kata Sekretaris Paguyuban Pengemudi Taksi Kota Bandung Tedi Nugraha, di Bandung, Rabu (16/9/2015).
"Nah, sedangkan kami yang jelas-jelas legal, perjuangan kami begitu berat dari awal-awal, keluar uang segala macam. Jadi, wajar kalau kami merasa cemburu soalnya mereka sudah menabrak aturan," ujar Tedi.
Tedi bahkan dengan lugas mengatakan, keberadaan angkutan umum berbasis aplikasi itu memengaruhi pendapatan para pengemudi taksi pelat kuning. "Kami tetap menolak keberadaan taksi Uber dan Grab. Tapi, nanti rencananya hari Kamis, kami akan rapat di Dewan untuk membahas lebih jauh," kata Tedi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Paguyuban Pengemudi Taksi Kota Bandung Deny Herlambang sempat menerangkan, besok para pelaku bisnis taksi di Bandung akan duduk bersama untuk menyelesaikan polemik ini di hadapan Komisi C DPRD Kota Bandung di Jalan Aceh.
"Kami akan duduk bareng di DPRD, rencananya besok hari Kamis," kata Deny.
Deny berharap semua unsur pengelola taksi, baik taksi reguler maupun taksi Uber dan Grab Car, bisa datang dalam acara ini. "Semua unsur taksi mesti hadir biar clear permasalahannya, termasuk unsur Go-Jek juga wajib hadir karena Go-Jek kepanjangan tangan dari Uber dan Grab," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.