Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Dosen UI Jadi Ahli Kasus Sengketa Lahan PRPP Jateng

Kompas.com - 18/06/2015, 14:16 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Dua tenaga pengajar pada Universitas Indonesia, Jakarta dihadirkan menjadi saksi ahli untuk sidang sengketa lahan 237 hektar di kompleks Pekan Raya dan Promosi Pembangunan (PRPP) Semarang.

Dua tenaga pengajar itu adalah Suparjo, dosen hukum agraria dan Dian Puji Nugraha Simatupang, dosen administrasi publik yang juga ahli hukum keuangan negara. Keduanya bersaksi di muka hakim Pengadilan Negeri Semarang atas permintaan penggugat dari PT Indo Perkasa Usahatama (IPU).

Kuasa hukum penggugat Yusril Ihza Mahendra tak datang dalam sidang. Melalui Agus Dwi Warsono, penggugat mendatangkan ahli untuk mengetahui dasar-dasar pengelolaan lahan. Ahli agraria dihadirkan untuk menjelaskan soal ruang lingkup hak pengeloaan. Sementara ahli keuangan negara diminta menjelaskan dari sisi kepemiikan tanah negara.

"Karena dibatasi dua orang. Kami hadirkan dua orang ahli ini yang Mulia," kata Agus, Kamis (18/6/2015).

Setelah memperkenalkan diri, para ahli lantas memberikan keterangan yang dibutuhkan. Hakim Dwiarso Budi Santiarto yang memimpin sidang langsung mencecar ahli dengan soal hak atas tanah. Ahli agraria ini pun menjelaskan dengan seksama definisi hak atas tanah.

Menurut ahli, hak atas tanah dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Hak tanah primer bersumber dari hak bangsa Indonesia yang permohonan hak/pemberian haknya oleh negara. Sementara hak tanah sekunder adalah hak yang timbul dari tanah hak milik, kemudian dilakukan melalui perjanjian penggunaan barang.

Dia pun menjelaskan soal macam-macam hak, antara lain, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan.

"Hak pengelolaan itu yang biasa disebut HPL. Itu sesuai PP Nomor 8 tahun 1953 tntang penitipan penguasaan tanah-tanah negara, dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1965 tentang konvensi tanah-tanah negara," imbuh Suparjo.

Ahli mengatakan, HPL yang diterbitkan berbeda dengan atas hak tanah lainnya. Pengelolaan tanah itu lebih ke ranah publik, bukan hak atas perorangan.

"Tapi perorangan tidak bisa menjalankan kewenangan itu, kecuali oleh pejabat publik," paparnya.

Dalam perkara ini, Pemprov Jateng yang duduk sebagai tergugat, digugat secara perdata sebesar Rp 1,6 triliun. Penggugat merasa Pemprov telah melakukan perbuatan melawan hukum atas HPL yang telah diberikan. Namun, pihak Pemprov menggugat balik penggugat senilai Rp 555 miliar. [Baca juga: Lawan Gubernur Jateng, Yusril Bawa 360 Bukti Surat ke Pengadilan]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com