Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pematang Siantar Berjibaku Kikis Citra Semrawut

Kompas.com - 24/04/2015, 17:48 WIB

KOMPAS
- Anak Siantar! Begitu warga Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, menunjukkan jati diri, sekaligus rasa bangga pada kota ini. Citra sebagai kota preman pada masa kemerdeka-an, dan kota yang semrawut, kini terkikis. Kota Pematang Siantar mulai tertata dan terlihat bersih.

Kota yang mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perdagangan dan jasa, juga semakin riuh dengan kehadiran banyak hotel, gedung pertemuan, restoran, dan berbagai lokasi wisata kuliner. "Kalau mau keliling Siantar, naiklah becak Birmingham Small Arms (BSA) yang kini tinggal 330 unit dari semula 800 unit. Pasti beda rasanya, karena tidak ada becak motor seperti buatan Inggris ini di kota lain," ujar Barita Girsang (56), pengemudi becak yang sedang mangkal di Pasar Horas.

Bagi pemilik sekaligus pengemudi BSA ini, penataan lalu lintas di kota yang berjarak 128 kilometer (km) dari Medan, ibu kota Sumut, itu mulai merasa ada perubahan, meski belum begitu maksimal. Paling tidak parkir tak boleh sembarangan. Pedagang pun tidak lagi seenaknya menggelar dagangannya dengan memakan badan jalan, yang mengakibatkan lalu lintas kacau balau. Anggota satuan polisi pamong praja (Satpol PP) selalu siaga merazia siapa saja yang tidak tertib, sehingga suasana kota mulai nyaman.

"Dari dulu Siantar terkenal semrawut, kotor, dan warganya sulit diatur. Namun, kini mulai berubah, sehingga citra jelek pun berangsur hilang. Kuncinya patuh pada aturan dan mau diatur," kata ayah tiga anak itu.

Apalagi posisi Pematang Siantar sangat strategis, karena menghubungkan kawasan pantai timur dan pantai barat Sumut. Kota dengan penduduk heterogen ini juga sebagai pintu gerbang menuju kawasan wisata Danau Toba, sehingga jalur utama kota perlu benar-benar bebas dari kendaraan yang parkir seenaknya dan pedagang kaki lima.

Jarak tempuh dari Medan ke Danau Toba, melalui Pematang Siantar, dalam kondisi normal sekitar 3 jam. Namun, dahulu karena sering terjadi kemacetan di Jalan Merdeka Siantar, warga pun enggan ke obyek wisata andalan Sumut itu. Namun, sejak Bandara Internasional Kualanamu dibuka, berbarengan dengan pengoperasian jalan tol, jarak tempuh ke Danau Toba pun lebih dipersingkat, dan tak sedikit wisatawan yang menginap di Pematang Siantar.

Terlebih, kota berpenduduk 323.528 jiwa ini juga menjadi pusat koleksi dan distribusi komoditas pertanian, perikanan, dan peternakan dari daerah di sekitarnya. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta industri pun ikut berkembang.

Ada peningkatan

Bagi Pony Boru Sitanggang (52), pengusaha kain ulos di Pasar Horas, memang ada peningkatan soal ketertiban di hampir semua tempat di Kota Pematang Siantar. Namun, perbaikan kondisi itu belum mampu mendongkrak omzet pedagang. Memang Pemerintah Kota (Pemkot) Pematang Siantar belum memperhatikan pedagang dan perajin, terutama terkait pengembangan usaha mereka.

Pedagang merasakan harmoni di Pasar Horas, pasar tradisional di Jalan Merdeka. Namun, pasar itu terasa sempit.

"Kerapian dan kebersihan di Pematang Siantar memang mulai tampak. Kota ini sudah berubah drastis. Paling tidak seluruh pedagang berada dalam pasar, sehingga kawasan jalan utama menuju Danau Toba dan Medan lebih rapi," kata Pony, yang rutin mengikuti pameran.

Kota Pematang Siantar, imbuh Pony, juga semakin diwarnai oleh banyak hotel dan restoran. Wisatawan domestik dan mancanegara yang hendak ke Parapat, 48 km dari Pematang Siantar, memilih menginap di kota berhawa sejuk ini. Pasar Horas, salah satu ikon kota, juga menjadi daerah tujuan wisata.

Menurut Amruhu (49), pengusaha kayu olahan yang juga memasarkan kerajinan tangan melalui toko oleh-oleh, perhatian pemkot terhadap pelaku usaha memang sudah ada, tetapi belum signifikan. "Pemkot belum membantu pelaku UMKM terkait peningkatan mutu produk," katanya lagi.

Meski berbagai persoalan masih membelit, terutama soal kebersihan lingkungan, PAD Pematang Siantar terus meningkat, dari Rp 20 miliar pada 2010 kini sekitar 120 miliar. Pajak daerah pada 2010 sebesar Rp 10,4 miliar, menjadi Rp 32,08 miliar pada 2014 atau meningkat 215,38 persen. Pencapaian ini harus berdampak pada perekonomian masyarakat.

Artinya, jelas Wali Kota Pematang Siantar Hulman Sitorus, perekonomian warga kota harus ikut terdongkrak. Investor juga diundang agar menanamkan modal di kota perdagangan dan jasa itu, dengan memberi beragam kemudahan. Apalagi, setiap tahun APBD Kota Pematang Siantar hampir 60 persennya habis untuk membiayai pegawai negeri sipil (PNS), sehingga peran investor penting untuk memajukan perekonomian warga. PNS pun diminta melayani investor dan warga sebaik-baiknya, mengacu pada pedoman pengukuran kinerja dalam pemberian tambahan penghasilan.

Tempat lahir Adam Malik

Pematang Siantar yang berada pada ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut (mdpl) pun berusaha unggul di bidang pendidikan dan keberagaman. Banyak sekolah berdiri di kota kelahiran mantan Wakil Presiden Adam Malik ini.

Selain itu, kota ini terus berbenah, meski sudah berlangsung lama, agar bisa memberikan kedamaian bagi warganya. Nyaris belum pernah terjadi konflik horizontal berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (sara) di kota yang kini nan tenang itu.

Keunggulan sebagai pusat pendidikan dan kebersamaan itu sejalan dengan prinsip "Kota Pematang Siantar Mantap, Maju, dan Jaya", yang pada Jumat (24/4) ini merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-144. Dengan terus berbenah, pemerintah dan warga kota berharap melangkah lebih cerdas. Masyarakat pun secara sukarela mau terlibat demi kemajuan kota. Jika kota kondusif, kesejahteraan warga pun otomatis terdongkrak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com