Penyebabnya, kata Ludovikus, warga Timor Leste nekat mengolah lahan milik warga Indonesia yang saat ini dipersengketakan antara kedua negara. Lahan itu berada di Pistana, Desa Sungkaen, Kecamatan Bikomi Nilulat.
“Saya sudah tiga hari berada di lokasi sengketa itu untuk menenangkan warga. Kita memang sudah sangat marah pada warga Timor Leste yang mengolah lahan masuk ke wilayah indonesia lebih dari 100 meter. Tapi memang warga kita sudah tidak bisa dikendalikan dan besok pasti akan terjadi bentrokan,” kata Ludovikus.
Ludovikus mengaku telah melaporkan kejadian itu ke Bupati TTU dan Badan Perbatasan Kabupaten TTU. Ludovikus juga mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak Timor Leste, tetapi tetap saja warga Timor Leste tidak mau memedulikan hal itu.
“Saya sudah berulang kali koordinasi dengan Camat Sub Distrik Pasabe, Anton Ulan melalui telepon seluler, tetapi sama saja pemahaman warga sana (Timor Leste) beda dengan kita. Mereka di sana menganggap sudah tidak ada lagi masalah di zona netral, sehingga menurut mereka, zona unsurvey segment itu adalah wilayah mereka. Padahal sesuai dengan kesepakatan antara kedua negara, bahwa tidak boleh ada kegiatan apapun di zona unsurvey segment,” beber Ludovikus.
Masyarakat Timor Leste, kata Ludovikus, telah menyalahi kesepakatan adat antara kedua negara yang dilakukan pada November 2011 lalu, yang diadakan di Desa Haumeni Ana. Waktu itu, digelar sumpah adat warga kedua negara. Salah satu isi sumpah adat itu adalah bahwa kedua belah pihak harus menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas di zona unsurvey segment.
Karena itu, Ludovikus mengharapkan campur tangan pemerintah pusat agar persoalan batas bisa segera diatasi, sehingga masyarakat jangan menjadi korban.
Terkait hal tersebut, Konsulat Timor Leste di Kupang, Feliciano da Costa menolak dikonfirmasi oleh Kompas.com di kantornya karena sedang sibuk.
"Bapak Konsulat masih sibuk. Nanti besok saja baru Pak (Kompas.com) datang ya,” ujar salah seorang staf Konsulat Timor Leste.