Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Tahun Kerja, Mutina Dibayar Rp 35.000 Per Hari

Kompas.com - 17/10/2014, 15:17 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com — Upah minimum kota-kabupaten (UMK) tahun 2014 yang telah ditetapkan Gubernur Jawa Barat, tahun 2013 lalu, rasanya tidak melegakan hati buruh di Kabupaten Cirebon. Penetapan dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep 1636 Bangsos/2014 itu hanya sekadar pengumuman yang tak memiliki efek positif.

Itulah yang menimpa sekitar 100 buruh, yang berkerja di sebuah pabrik pembuat peti mati, di Desa Ciperna, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Mereka yang telah mengeluarkan tenaga dan keringat yang bercucuran sejak pagi hingga sore hanya digaji sekitar Rp 21.000–Rp 35.000 per hari.

Salah satunya adalah Mutina (47), warga Blok Wareng, Desa Ciperna, Kecamatan Talun. Ia menerima upah Rp 35.000 per hari dengan ikhlas dalam jangka sepuluh tahun. Dalam sebulan, Mutina mengantongi upah Rp 910.000 dari UMK Kabupaten Cirebon senilai Rp 1.212.750.

Upah yang minim itu terpaksa diterima lantaran ia takut dikeluarkan dan tak dapat pekerjaan lain. Ia pun rela menerima Rp 7.000, dari tiap satu jam tenaga yang dikeluarkan untuk lembur.

Saat ditanya soal kepemilikan kartu jaminan kesehatan (BPJS–red) pun, Mutina hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Belum, belum punya kartu kesehatan," keluh Mutina, saat ditemui, Jumat (17/10/2014) siang.

Lebih miris, Mutina yang bertugas menjadi pengampelas dan pembersih kayu untuk membuat peti mati itu sering sakit sesak napas. Namun, Mutina harus mengeluarkan uang pribadi untuk mengobati penyakit yang timbul dari pekerjaannya itu.

Ibu yang masih membiayai anak-anaknya ini berharap agar upahnya bersama rekan-rekannya di pabrik tersebut dapat dinaikkan. Selain upah, mereka juga berharap mendapatkan kartu jaminan kesehatan untuk memperingan para buruh saat terserang penyakit. "Pengen cepet naik gaji dan (dapat) kartu sehat Mas," kata dia seraya diamini belasan buruh di sampingnya.

Upah lebih minim juga menimpa Bella, gadis berusia 20 tahun, yang baru menjadi pekerja selama enam bulan di pabrik pembuat peti mati itu. Ia belum mendapatkan Kartu BPJS. "Kalau lemburan per jamnya di bayar Rp 6.000," kata warga Blok Sikroya desa setempat itu.

Keluhan dua wanita itu juga dirasakan sekitar seratusan buruh, yang berkerja di pabrik pengekspor peti mati itu. Mereka berani mengungkapkan keluhan yang selama ini dipendam di tengah unjuk rasa puluhan warga di areal pabrik, yang sempat diwarnai kericuhan.

Muhamad Zaenal Jaya Miharja, Kepala Bidang Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Sosial Kabupaten Cirebon mengakui, perusahaan belum mendaftarkan sekitar seratusan warga yang dipekerjakannya.

Selama ini, perusahaan baru mendaftarkan sekitar lima pekerja. Dia meminta dengan tegas kepada perusahaan untuk segera mengikuti aturan tersebut untuk menjaga hak-hak pekerja. "Kami malah inginnya (perusahaan mendaftarkan pekerja ke BPJS) hari ini, jangan nanti-nanti lagi. Kalau tetap saja membandel, ya kami sanksi," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Lapangan Aksi, Ade, yag mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) menegaskan, pihaknya menuntut perusahaan agar segera meningkatkan upah sesuai UMK Kabupaten Cirebon.

"Kami menuntut perusahan segera menaikkan upah buruh sesuai UMK, kemudian berikan Kartu BPJS kepada seluruh buruh, yang merupakan hak mereka," ujarnya.

Di hadapan para pendemo, dinas sosial, dan para pekerja, Siti Maryam, perwakilan perusahaan, meminta maaf atas kekurangan perusahaan yang selama ini terjadi. Ia berjanji akan segera mendaftarkan kekurangan pembuatan jaminan kesehatan buruh. "Kami memohon maaf dan berjanji akan segera mendaftarkan pekerja ke BPJS," ungkap dia.

Namun, saat ingin dimintai keterangan lebih lanjut, Siti Maryam meninggalkan beberapa rekan media dengan alasan ia sedang sibuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com