Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petisi Dukungan untuk Brigadir yang Laporkan Komandannya Akan Dikirim ke SBY

Kompas.com - 01/10/2014, 09:49 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com - Belasan ribu warga Nusa Tenggara Timur (NTT) menandatangani petisi untuk mendukung Brigadir Polisi Rudy Soik yang melaporkan komandannya ke Komnas HAM karena dinilai terlibat mafia perdagangan orang. Petisi itu akan dikirim ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Penggagas petisi tersebut, Eddy Mesakh, mengatakan bahwa selain petisi, pihaknya juga akan mengirim surat yang ditujukan untuk Presiden SBY, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kapolri, Ketua KPK, Kapolda NTT, Gubernur NTT, Ketua DPRD NTT dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT.

“Maraknya kasus perdagangan orang (human trafficking) yang mengorbankan warga asal NTT dalam 10 tahun terakhir ini amat memprihatinkan, karena itu petisi dan isi surat yang akan kita kirim yakni segera membentuk satuan tugas khusus (task force) untuk merespons perdagangan orang, baik yang sifatnya lintas negara, maupun lintas provinsi,” ujar Eddy, Selasa (30/9/2014) malam.

Menurut Eddy, sejumlah pemberitaan dari media massa yang menyebutkan para tenaga kerja disekap berbulan-bulan di tempat penampungan, tidak mampu menggerakan nurani aparat keamanan, terutama aparat kepolisian di wilayah NTT untuk berbenah dalam hal pengawasan.

Bahkan, lanjutnya, ketika Marni Baun dan Rista Botha korban perbudakan di Medan, Sumatera Utara, yang meninggal di Bulan Februari 2014 lalu, tak banyak yang dilakukan pihak kepolisian lintas provinsi. Padahal kasusnya sudah dilaporkan oleh Eri Ndun, saksi-korban, setahun sebelumnya.

Mohar, pelaku utama, masih berkeliaran dan gaji sebagian besar korban selama empat tahun belum dibayar. Orangtua para korban tak tahu harus mengadu pada siapa. Kabar burung tentang adanya beking polisi dalam kegiatan perdagangan orang akhirnya terbuka dengan pengakuan Brigpol Rudy Soik tentang bisnis perdagangan manusia di NTT yang melibatkan aparat kepolisian, terutama Direktur Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Pol Mochammad Slamet.

Sayangnya, menurut dia, pihak Polri tidak banyak berbuat apa-apa.

“Tidak ada upaya untuk membersihkan institusi kepolisian, sebagai institusi pengawasan. Sebaliknya pembenaran diri, penyangkalan aparat menjadi tameng,” tutur Eddy.

Eddy menambahkan bahwa pengumpulan tanda tangan untuk petisi sudah resmi ditutup, Selasa (30/9/2014) malam. Saat ditutup, jumlah tanda tangan berasal dari 12.312 orang. Ada pula ribuan komentar dukungan. Petisi ini pun, lanjut Eddy, didukung penuh oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat.

Sebelumnya diberitakan, Brigadir Polisi Rudy Soik, penyidik pada Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda NTT mengadukan atasannya, Direktur Krimsus Polda NTT, Kombes Pol Mochammad Slamet ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Selasa (19/8/2014) lalu.

Slamet dituding menghentikan secara sepihak penyidikan kasus calon TKI ilegal yang sedang ditangani. Kasus itu sendiri, lanjut Rudy, terjadi pada akhir Januari 2014 lalu. Ketika itu, ia bersama enam rekannya di Ditreskrimsus Polda NTT menyidik 26 dari 52 calon TKI yang diamankan karena tak memiliki dokumen.

Sebanyak 52 TKI itu direkrut PT Malindo Mitra Perkasa dan ditampung di wilayah Kelurahan Maulafa, Kota Kupang (tempat penampungannya pun tak layak huni karena seperti sel tahanan). Penyidikan pun dimulai dan Brigadir Rudy menemukan bukti yang cukup sehingga ia hendak menetapkan tersangka pada perekrut calon TKI.

Namun, rencana itu gagal setelah muncul perintah sepihak dari Dirkrimsus, Kombes Pol Mochammad Slamet, memintanya untuk menghentikan kasus tersebut tanpa alasan yang jelas. Rudy pun melaporkannya ke Komnas HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com