Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/06/2014, 12:52 WIB

Agus Mulyadi, Blogger Jomblo

Saya menghabiskan Ramadhan tahun 2009 (1430 H) di Yogyakarta, kota perantauan pertama saya. Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan bisa menjalani ibadah puasa di kampung orang.

Ada banyak sekali kenangan yang begitu membekas dalam ingatan saya selama menjalani masa bulan puasa di Yogyakarta. Salah satu yang paling saya ingat betul adalah sebuah peristiwa yang saya namai sebagai "jumat basah". Peristiwa yang jelas tak akan terlupakan bagi saya, karena ini adalah pengalaman yang begitu memalukan dan memilukan.

Syahdan, pada sebuah Jumat, seperti biasa saya menunaikan salat Jumat di masjid dekat tempat kerja.

Saya punya kebiasaan buruk, tak pernah datang ke masjid lebih awal untuk salat Jumat. Sungguh iming-iming pahala setara sedekah Onta bagi pengisi shaf pertama di salat jumat tidak juga mampu menarik minat saya untuk datang seawal mungkin.

Saya selalu datang belakangan. Biasanya 10 menit sebelum salat dimulai.

Karena saya selalu datang belakangan, saya jarang sekali dapat tempat di dalam masjid. Seringnya hanya di serambi.

Nah, waktu itu entah kenapa jumlah jamaah yang datang begitu banyak, sehingga serambi masjid pun tak cukup menampung seluruh jamaah. Beberapa jamaah saya lihat sampai menggelar sajadah di luar masjid demi tetap bisa melaksanakan salat Jumat.

Saya pun mau tak mau ikut menggelar sajadah di luar masjid, karena jelas tak mungkin bagi saya untuk merangsek masuk ke serambi yang sudah sedemikian penuh itu.

Hari itu cuaca cukup mendung. Mendungnya tak terlalu pekat. Mungkin sebentar lagi hujan.

Mungkin karena tak tahu dengan keadaan langit yang mendung, khotib terus saja berkhotbah dengan durasi yang cukup lama. Saya jengkel sendiri, "Ini kok ndak selesai-selesai tho khotbahnya, keburu hujan ini," batin saya waktu itu.

Untunglah setelah sekian lama menunggu, khotbah akhirnya usai dan salat pun dilaksanakan.

Namun malang memang tak dapat ditolak, sesaat setelah takbiratul ihram, gerimis mulai turun perlahan. Saya dan beberapa jamaah yang berada di luar mulai kehujanan.

Rintik-rintik air mulai membasahi pakaian kami para jamaah yang kebagian salat di luar Masjid. Sebenarnya gerimis ini tak perlu dirisaukan, karena gerimisnya kecil, hanya rintik-rintik.

Rakaat pertama masih belum terlalu terasa airnya, Namun memasuki rakaat kedua, air yang menghujani saya rasakan kok mulai membesar. Baju saya basah sekuyup-kuyupnya. Ini aneh, karena jamaah di depan saya yang juga terkena hujan tak terlalu basah bajunya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com