“Jika kasus perkosaan ini gagal diungkap oleh penegak hukum, dikhawatirkan kasus serupa akan kembali terulang," kata Fatimahsyam, juru bicara JMSPS, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/5/2014).
Fatimahsyam sangat menyayangkan pernyataan Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa Drs Ibrahim Latief yang terlalu dini menjatuhkan cambuk terhadap perempuan korban perkosaan itu dengan Qanun Khalwat, seperti yang telah diberitakan sejumlah media saat ini.
“Pernyataan itu berpotensi mengabaikan terhadap tindakan kejahatan perkosaan dan memberi peluang bagi pelaku untuk lari dari tanggung jawabnya. Korban seharusnya mendapat perhatian kepala Dinas Syariat Islam setempat, bukan malah membuat pernyataan cambuk yang mendahului keputusan pengadilan," katanya.
Masih kata Fatimahsyam, tindakan perkosaan tersebut terjadi akibat dari dibukanya ruang bagi masyarakat untuk bertindak sebagai penegak hukum. Pasal-pasal yang mengatur tentang peran serta masyarakat di dalam Qanun Khalwat, Maisir dan Judi, kini telah mendorong mereka memposisikan dirinya sebagai penegak hukum yang bisa langsung memberikan hukuman tanpa proses peradilan.
“Pembiaran terhadap tindakan peradilan jalanan bukan saja telah mendidik masyarakat untuk tidak taat hukum dan mengabaikan asas peradilan yang adil bagi orang yang diduga bersalah, tetapi juga memberi peluang bagi masyarakat sebagai pelaku kejahatan," tambahnya.
Menurut catatan JMSPS, kasus perkosaan dalam penegakan Qanun Khalwat seperti yang terjadi di Kota Langsa, bukan kali ini yang pertama terjadi. Sebelumnya, di sejumlah daerah di Aceh juga telah terjadi hal yang serupa. Tindakan perkosaan ini memperpanjang daftar kekerasan yang dilakukan masyarakat.
”Tindakan pemukulan, pengarakan, pengeroyokan dan pemerasan dalam penegakan qanun-qanun syariah Islam, ini merupakan bukti nyata menyempurnakan bukti-bukti sebelumnya bahwa pasal tentang peran serta masyarakat dalam qanun-qanun tersebut harus dihapuskan," katanya.
Tindakan pelaku perkosaan tidak boleh dibenarkan dengan alasan apapun, termasuk terhadap orang yang diduga melakukan khalwat atau berzina.
Fatimahsyam mendesak, Pemerintah Kota Langsa dan aparat penegak hukum untuk memastikan adanya proses peradilan yang adil dan bermartabat, termasuk memastikan terpenuhinya hak-hak korban untuk mendapatkan pendampingan hukum dan pemulihan psikologis, sebagaimana telah dijamin dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan Qanun No. 6 Tahun 2009 tentang Perlindungan Perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.