Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seknas "Jokowi" Kumpulkan Sopir Truk Pasir

Kompas.com - 19/03/2014, 17:18 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis


MAGELANG, KOMPAS.com – Permasalahan eksploitasi pasir Merapi saat ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Penggunaan alat berat ditengarai sebagai salah satu penyebab meningkatnya ekskalasi kerusakan alam dan lingkungan.

Tidak hanya itu, ratusan armada truk pengangkut pasir yang melintas setiap hari mengakibatkan infrastruktur jalan maupun jembatan tak luput dari kerusakan. Kondisi tersebut menjadi perhatian khusus dari Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia (Jokowi) Jawa Tengah.

Mereka menggelar dialog dalam rangka aksi simpatik dengan para pengemudi angkutan pasir Merapi, di sebuah Rumah Makan di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Rabu (19/3/2014).

“Kami mengajak para kru angkutan pasir untuk berdialog, utamanya terkait kebijakan pembatasan tonase atau muatan pasir yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Magelang. Selanjutnya masukan mereka akan menjadi bahan masukan kami untuk melengkapi konsep Tata Niaga Pasir yang tengah kami siapkan sebagai usulan solutif kepada pemerintah daerah,” ujar Presidium Seknas Jokowi Jawa Tengah, Puguh D Sulistyo, dalam dialog tersebut.

Secara garis besar, kata Puguh, konsep Tata Niaga Pasir merupakan upaya untuk memecahkan persoalan eksploitasi Merapi yang dimulai dari hilir. Menurutnya, selama ini banyak pihak yang hanya berkutat pada persolan yang ada di hulu atau penambangan pasir di puncak Merapi.

Padahal, kata Puguh, persoalan tersebut sebenarnya sebagai dampak permintaan masyarakat akan pasir dan batu Merapi yang terus meningkat. Tidak hanya dari Kabupaten dan Kota Magelang saja, tapi juga dari luar daerah.

“Nah, persoalan di hilir inilah yang akan kita coba pecahkan dengan konsep ini. Misalnya, membuat regulasi atau aturan pengambilan pasir mulai dari penambang, depo besar, depo kecil hingga sampai di tangan masyarakat,” urai Puguh tanpa merinci konsep itu selanjutnya.

Puguh mengatakan, sebenarnya, kebijakan pembatasan tonase serta pelarangan penambangan di Merapi dengan alat berat, menjadi salah satu langkah bagus dari Pemkab Magelang. Mengingat hampir semua jalan yang dilalui truk pasir sudah rusak parah. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab Magelang dari bahan galian C (pasir dan batu) Merapi “hanya” Rp 5 miliar, tidak sebanding dengan biaya perbaikan insfrastruktur maupun dampak psikologis sosial masyarakat.

“Kami sadar pasir Merapi sangat dibutuhkan masyarakat dan menjadi mata pencaharian para penambang dan kru pengangkut pasir. Namun kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jangan sampai berkah Merapi berubah menjadi musibah,” tandas Puguh.

Sementara itu, salah satu sopir truk pasir, Muryono (40) mengaku resah dengan adanya info akan diberlakukannya aturan pembatasan tonase oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. Sebab, pembatasan tonase akan berdampak pula pada penurunan penghasilannya.

"Kalau muatan kita nanti dikurangi, otomatis penghasilan kami juga berkurang. Saya minta pemkab dapat memberikan jalan tengah, bukan malah memojokkan kami para sopir truk. Selain itu, kami minta infrastruktur jalan diteliti apakan sudah memenuhi standar untuk dilewati truk penambang pasir atau belum,” ungkap Muryono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com