Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Lereng Slamet Dilatih Bersiaga

Kompas.com - 14/03/2014, 18:15 WIB

PURBALINGGA, KOMPAS.com — Masyarakat di sekitar lereng Gunung Slamet yang tinggal di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, diberikan latihan kesiapsiagaan mengantisipasi kemungkinan terburuk kondisi gunung yang saat ini statusnya ditetapkan Waspada (level II). Simulasi tanggap bencana tersebut diadakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat.

Pantauan Kompas, dalam simulasi tanggap bencana di sekitar Pos Pendakian Bambangan, Purbalingga, tersebut, masyarakat disiapkan seolah-olah sedang menghadapi kondisi jika terjadi evakuasi akibat letusan Gunung Slamet. Sejumlah warga bahkan membawa beberapa perabotan penting, seperti surat-surat berharga, harta benda, dan hewan ternak.

Mereka kemudian menuju ke titik kumpul di perempatan Dusun Bambangan. Selanjutnya mereka diangkut dengan truk menuju Pasar Pratin di Desa Kutabawa.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Purbalingga Priyo Satmoko mengatakan, simulasi tersebut diadakan supaya masyarakat di Dusun Bambangan—yang merupakan wilayah terdekat (sekitar 7 kilometer) dari puncak Slamet—sudah siap jika aktivitas vulkanik gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut semakin mengkhawatirkan.

”Warga di sini memang sudah biasa menghadapi kondisi Gunung Slamet. Namun, jika suatu saat letusan Slamet benar-benar mengancam, mereka harus tahu ke mana berkumpul dan barang- barang apa saja yang harus dibawa,” ujarnya.

Evakuasi warga, menurut Priyo, diperlukan jika status Gunung Slamet dinaikkan hingga Siaga (level III). Tercatat, sekitar 1.500 warga tinggal di dusun di lereng setinggi 3.428 meter di atas permukaan laut tersebut.

Hujan abu campur pasir

M Waslam (45), salah satu warga Bambangan, mengaku baru pertama kali mendapatkan pelatihan evakuasi semacam ini. ”Saya sebenarnya yakin kondisi Slamet masih aman-aman saja. Namun, tidak ada salahnya mengikuti simulasi semacam ini,” kata dia.

Sementara itu, Jumat sekitar pukul 05.00, hujan abu bercampur pasir mengguyur tipis Dusun Bambangan. Dari pantauan, masih tampak sisa-sisa pasir di atap rumah, mobil, serta dedaunan tanaman.

Sakitem (33), warga Dusun Bambangan, mengatakan, hujan abu cukup terasa hingga membuat mata pedas. ”Tadi pagi hujan abu campur pasir warna kecoklatan. Cuma sekitar 10 menit, setelah itu terang lagi,” ujar dia.

Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mendatangkan dua alat pengukur untuk mendeteksi aktivitas Gunung Slamet.

Kepala PVMBG Hendrasto mengatakan, dua alat yang didatangkan adalah seismometer dan tiltmeter yang akan dipasang di dekat Pos Gambuhan, Pemalang. Dengan didatangkannya alat tersebut, jumlah alat untuk mendeteksi aktivitas Gunung Slamet saat ini menjadi empat seismometer dan satu tiltmeter. Sebelumnya, ada tiga seismometer, yakni di Gunung Cilik, Gunung Buncis, dan Jurangmangu di Lereng Gunung Slamet. Tiltmeter sendiri merupakan alat untuk mengukur kembang kempis atau pembengkakan gunung ketika akan terjadi letusan.

Data PVMBG menyebutkan, pada Jumat (14/3) telah terjadi 44 kali gempa embusan. ”Memang ada peningkatan gempa embusan dibanding hari kemarin, tetapi masih dalam status waspada,” katanya.

Gempa embusan tersebut mengeluarkan abu berwarna kecoklatan dengan ketinggian sekitar 600 meter-1.200 meter ke udara. ”Abu tersebut merupakan material lama dan diharapkan agar warga jangan panik,” kata Hendrasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com