Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompolnas Dorong Kepolisian Terus Cari Penyelesaian "Bentrok Jayanti"

Kompas.com - 14/03/2014, 06:17 WIB
Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono

Penulis

JAYAPURA, KOMPAS.com — Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Edi Saputra Hasibuan, mengatakan ada kondisi dilematis yang dihadapi aparat kepolisian dalam menangani konflik antar-warga di Papua. Upaya polisi melerai pertikaian justru membuat personel kepolisian menjadi sasaran serangan warga.

"Polisi dibenarkan untuk melakukan tindakan penegakan hukum ketika situasinya sudah membahayakan masyarakat atau anggota yang bersangkutan. Pada kondisi ini, polisi bisa melakukan pembelaan diri," ungkap Edi Saputra seusai meninjau langsung pelayanan di Kantor Samsat, Kota Jayapura, Papua, Kamis (13/3/2014).

Terkait insiden bentrokan polisi dengan massa kelompok Yulius Hanau yang berbuntut dua orang tewas tertembak dan seorang anggota Brimob terkena panah, Edi mengaku masih menunggu hasil penyelidikan Propam Polda Papua. "Terkait insiden kemarin, kita tunggu hasil penyelidikan internal. Saat ini pengawas internal sedang melakukan pemeriksaan dan investigasi," ungkap Edi.

Edi mengaku mengikuti perkembangan pertikaian warga di Timika. Dia pun mendukung upaya Polda Papua untuk bisa secepatnya mencari penyelesaian atas masalah ini. Menurut dia, upaya persuasif dilakukan polisi bersama TNI dan tokoh masyarakat setempat.

Karenanya, Edi berharap warga dari kedua kelompok yang bertikai dapat menahan diri. Dia meminta warga tak terprovokasi kelompok-kelompok yang tak ingin ketenteraman ada di Papua. "Saya berharap kesadaran dari tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk bersama mendukung polisi, TNI, dan pemerintah daerah agar kedua kelompok bertikai dapat segera didamaikan," paparnya.

Massa semakin banyak

Pertikaian antara kelompok Yulius Hanau dan kelompok Pinus Murib yang terlibat sengketa tanah ulayat terus berlanjut di Jayanti, Kampung Mimika Gunung, Distrik Kuala Kencana, Mimika. Bentrok kembali terjadi pada Kamis, mengakibatkan sejumlah warga terluka.

Menyusul semakin banyaknya korban jiwa dari kedua kelompok bertikai, kerabat korban di masing-masing kelompok terus berdatangan dan memberi dukungan. Kepala Staf Kodam XVII Cenderawasih, Brigjen TNI Himsa Siburian, mengonfirmasi terus bertambahnya jumlah massa di kedua kelompok yang bertikai.

Himsa mendatangi lokasi bentrok, Senin (10/3/2014). "Awalnya ini masalah adat, tapi berkembang menjadi masalah antar-kampung," ungkap mantan Komandan Kodim 1710 Mimika tersebut.

Saat bertemu tokoh dari masing-masing kelompok, Himsa mengaku meminta pertikaian dihentikan karena tak ada untungnya bagi semua pihak.

"Saya berbicara dengan mereka dengan pendekatan agama. Ya saat berbicara mereka manggut-manggutlah, walaupun permasalahannya tidak semudah itu. Tapi, kami yakinlah permasalahan ini bisa cepat diselesaikan dengan keterlibatan semua pihak, bukan hanya TNI-Polri," ungkap Himsa.

Saat ini, imbuh Himsa, Kodam XVII Cenderawasih sudah menugaskan Komandan Korem 174/ATW Merauke, Brigjen TNI Bambang Haryanto, bergabung bersama Polri serta Muspika Mimika dan Papua menyelesaikan pertikaian perebutan lahan Jayanti itu.

Bentrok ini melibatkan warga dari kelompok Pinus Murib dengan kelompok Yulius Hanau.  Mereka memperebutkan tanah ulayat Jayanti di samping jalan rintisan Trans-Papua, yang menghubungkan Timika dan Waghete, Kabupaten Deiyai.

Pertikaian sudah berlangsung sejak Rabu (29/1/2014). Kedua kubu sempat berdamai pada 21 Februari 2014, tetapi pertikaian kembali terjadi pada Selasa (4/3/2014) dipicu ulah seorang warga yang mabuk. Akibat pertikaian ini, sudah tujuh warga tewas dan tak kurang dari 300 orang terluka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com