Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahkan Satwa Sakit Pun Ikut Dijual (5)

Kompas.com - 12/03/2014, 19:11 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Jual beli satwa langka dinilai makin marak di Jawa Timur. Jual beli berlangsung terang-terangan di sejumlah pasar burung di kota-kota besar, seperti Surabaya, Sidoarjo hingga Malang (baca: Satwa Langka Marak Diperjualbelikan di Jawa Timur (1).

Sebagian dari mereka yang terlibat adalah pemain lama. Mereka pernah dibui karena penjualan satwa langka. Namun, kembali terjun ke bisnis tersebut setelah keluar dari bui (baca: Masuk Bui Tak Bikin Pedagang Satwa langka Jera (2). Berbagai satwa langka diperjualbelikan, seperti burung nuri kasturi (Lorius lori) dan beo (Dracula religiosa), kucing hutan dan monyet. Sementara itu, di Banyuwangi, hiu jadi incaran (baca: Hiu Paling Favorit untuk Diburu di Banyuwangi (3).

Dalam kisah selanjutnya, Surya mencatat, banyak transaksi pindah ke online karena razia kerap dilakukan (baca: Pasar Dirazia, Jual Beli Satwa Lindung Pindah ke "Online"). Sementara itu, di lapangan, fakta juga menunjukkan bahwa tak sedikit satwa langka dan dilindungi yang diperjualbelikan dalam keadaan sakit. Berikut penelusuran Surya selanjutnya.

Tak cuma maraknya perdagangan satwa langka yang menimbulkan keprihatinan para pecinta satwa. Keprihatinan lain muncul karena banyaknya perlakukan tidak wajar bahkan cenderung sadis terhadap satwa.

Dua ekor anakan monyet ekor panjang terkurung dalam sangkar kawat di salah satu kios di kawasan Pasar Kembang, Surabaya, Sabtu (8/3/2014). Satu monyet di antaranya sakit. Ada luka cukup dalam di kepala bagian depan, sehingga jaringan otak bisa dilihat.

Dua satwa yang memiliki nama latin Macaca fascicularis itu seakan tak terganggu hilir-mudik pengunjung pasar. Selain itu, ada juga beberapa musang dan ular.

Selain monyet sakit, di stan itu juga ada 24 ekor monyet lain. Mereka dikurung di sangkar-sangkar kecil, yang ditumpuk hingga susun tujuh. Kurungan paling bawah diletakkan di sudut dinding. Kurungan kecil ini diisi sembilan ekor monyet. Lalu enam sangkar lainnya diisi dua hingga empat ekor monyet.

Sangkar kotak kecil itu terlalu sesak bagi 24 monyet, sehingga mereka tidak bisa banyak bergerak. Mereka hanya diam di tempat.

Ruang stan untuk jualan sekaligus pajangan satwa itu pun terbilang sempit. Kondisi lembab dan berbau semakin membuat stan itu tak ideal lagi bagi kesehatan satwa yang kebanyakan dijual untuk dikoleksi konsumen itu.

Monyet ekor panjang memang tidak masuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah 7/1999. Namun, satwa itu sudah masuk kategori langka, sehingga butuh ada kontrol.

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan spesies ini dalam daftar Apendiks II. Artinya, satwa ini terancam punah apabila perdagangannya terus berlanjut tanpa ada pengaturan sama sekali.

Berbagai satwa liar langka lain juga dengan mudah ditemukan di sini. Ada satu kios yang menjual aneka satwa liar dari famili tupai.

“Di sini barangnya cepat sekali laku,” kata pedagang bernama Wahidin.

Surya mencoba menanyakan, apakah punya jualan spesies kukang jawa (Nycitcebus javanicus). Ini termasuk satwa dilindungi.

“Kalau seperti itu (kukang jawa) tidak bisa terang-terangan dijual di sini. Jadi, agak sulit mencarinya,” tambahnya.

Tapi, Wahidin mengaku sanggup mencarikan. Ia bisa mencarikan secara diam-diam pada pedagang. Syaratnya, harganya cocok dan pembeli tidak buru-buru.

Rupanya, penjual memang bersikap hati-hati. Mereka harus bisa memastikan dulu, pembelinya bukan petugas yang sedang menyamar. Mereka sadar betul, jual-beli satwa lindung rawan masuk penjara. (ben)

Tamat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com