Pasalnya, Gunung Kelud dikhawatirkan akan kembali melontarkan material dan awan panas.
"Sejak dalam status Awas tadi malam, radius bahayanya agar masyarakat tidak beraktivitas di radius 10 kilometer. Dalam radius ini, yang paling bahaya itu awan panas," ungkap Surono di kantor Kepresidenan, Jumat (14/2/2014).
Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ini menjelaskan, ancaman dari aktivitas Gunung Kelud saat ini masih berupa hujan kerikil dan abu vulkanik. Namun, intensitas hujan kerikil dan abu vulkanik bisa saja meningkat.
"Rintik-rintik dulu, tidak langsung lebat," katanya.
Surono menuturkan, sejarah letusan Gunung Kelud selama ini memang bersifat eksplosif. Namun, letusan Gunung Kelud hanya terjadi sekali, tetapi mengeluarkan material dalam jumlah yang sangat besar.
Dalam peristiwa kali ini, Surono mengakui puncak aktivitas Kelud terjadi pada Kamis (13/2/2014) malam.
Namun, Surono menuturkan, pemerintah masih melihat aktivitas Kelud apakah sudah aman dan stabil. "Apakah Kelud kembali ke sejarah masa lalunya, eksplosif sebentar, kami juga belum tahu. Maka kita tunggu kata terakhir dari Kelud, apakah dia minta berhenti, atau dia minta waktu sebentar," ucapnya.
Surono tak ingin kejadian tewasnya relawan dan warga di sekitar Gunung Sinabung akibat awan panas kembali terulang. "Cukup Sinabung, kita berdoa kasus di Sinabung adalah pengalaman pahit yang terakhir," kata Surono.
Seperti diberitakan, Gunung Kelud erupsi pada Kamis, pukul 22.50 WIB. Kelud menyemburkan material kerikil dan abu vulkanik hingga ketinggian 17 kilometer.
Hingga kini, dampak abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud dirasakan hingga Purwokerto, Cilacap, dan Bondowoso. Penerbangan menuju Yogyakarta, Solo, dan Surabaya pun terpaksa dihentikan akibat pendeknya jarak pandang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.