Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipaksa Jadi Saksi Kasus Pembunuhan, Seorang Siswi SMP Depresi

Kompas.com - 20/01/2014, 21:14 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Farid Assifa

Tim Redaksi


ATAMBUA, KOMPAS.com - Agustina Clarencia Sakan (12), siswi kelas I SMP Negeri II Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami depresi lantaran dipaksa oleh aparat Kepolisian Resor (Polres) Belu untuk menjadi saksi dalam kasus pembunuhan pada tanggal 22 Desember 2013 lalu, yang menewaskan Mosesta da Costa.

Ayah kandung Agustina, Satrianus Sakan kepada Kompas.com, Senin (20/1/2014) mengatakan, pihak kepolisian sudah dua kali mendatangi rumahnya dan meminta Agustina untuk menjadi saksi, namun dirinya menolak karena anaknya sangat ketakutan.

“Polisi sudah dua kali datang ke rumah, yakni pertama pada dua pekan lalu dan yang kedua tadi pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Mereka datang dan memaksa supaya anak saya ini dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, namun saya menolak, apalagi anak saya sedang mandi mau ke sekolah. Akhirnya dia takut untuk keluar kamar dan batal ke sekolah karena saking takutnya melihat polisi,” beber Satrianus.

Menurutnya, polisi yang berjumlah tiga orang berada di rumah Satrianus sekitar satu jam. Namun karena terus ditolak, ketiga petugas polisi itu akhirnya pulang. "Tetapi pada saat pulang, mereka mengatakan akan kembali besok, dan langsung membawa anak saya ke kantor,” sambungnya.

Menurut Satrianus, anaknya ditetapkan sebagai saksi lantaran saat kejadian pembunuhan pada 22 Desember 2013 lalu, mayat Mosesta da Costa dibuang di belakang rumah Satrianus.

”Setelah kejadian itu, anak saya seperti mengalami trauma dan depresi berat. Ditambah lagi dengan penetapan saksi oleh polisi membuat dia setiap malam saat tidur sering mengigau dan menangis sendiri karena takut,” katanya.

Satrianus mengaku anaknya kini mengalami perubahan mental yang drastis. Dulu, anaknya itu sangat periang dan selalu bersemangat. "Kini setiap hari dia selalu menyendiri dan pendiam, bahkan mau ke sekolah pun harus kita paksa,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, Koordinator Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) NTT, Felixianus Ali yang juga paman Agustina mengatakan, pihak kepolisian secara tidak langsung ingin menyudutkan Agustina sebagai pelaku dengan catatan kepolisian harus menjadikan Agustina sebagai saksi terlebih dahulu.

“Anak ini (Agustina) masih di bawah umur. Polisi seharusnya mencari dan menangkap pelaku. Kenapa mayat itu sampai ada di rumahnya Agustina? Saya tidak terima kalau pihak kepolisian menjadikan keluarga saya sebagai saksi. Kalaupun Agustina dipanggil ke Polres, harus didampingi oleh orangtua," katanya.

"Terus terang saja kejiwaan Agustina sudah terganggu. Polisi jangan paksakan seenaknya saja,” kecamnya.

Karena itu, Felixianus menyatakan Padma NTT akan membuat surat keberatan kepada Kapolres Belu, Kapolda NTT, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan Komnas Perlindungan Anak RI.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Kapolres Belu, AKBP Daniel Yudo Ruhoro membantah pihaknya memaksa Agustina untuk menjadi saksi. ”Kita tidak melakukan pemaksaan kepada saksi. Yang namanya saksi ya harus dimintai keterangannya, dan sampai saat ini kita masih kumpulkan keterangan," katanya.

Daniel meminta Agustina tidak usah takut untuk memberi keterangan karena kapasitasnya bukan sebagai tersangka. "Justru keterangan-keterangan saksi itulah yang akan membantu mengungkap pelaku pembunuhan. Nanti kalau perlu didampingi oleh orangtuanya, ya didampingi saja,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com