Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM: Gubernur Kaltim Habiskan Rp 3 Triliun untuk Dana Hibah

Kompas.com - 31/12/2013, 19:10 WIB
Kontributor Samarinda, Yovanda Noni

Penulis


SAMARINDA, KOMPAS.com - Kepemimpinan Awang Faroek Ishak selama menjadi Gubernur Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menuai kritik. Kali ini, penggunaan anggaran Pemprov Kaltim untuk dana hibah dan bantuan sosial (bansos) dianggap sangat besar oleh sebuah LSM di Kaltim, Pokja 30.

Selama empat tahun pemerintahan Awang Faroek Ishak pada periode pertama, tercatat Rp 3,14 triliun yang digunakan untuk pemberian dana hibah. Selain itu, ada Rp 406,492 miliar yang dipakai dalam bentuk bantuan sosial (bansos).

“Jumlah tersebut yang kami rangkum sejak tahun 2009 hingga 2013. Jumlah ini tentu sangat besar sekali dengan tujuan yang tidak jelas,” kata Direktur Pokja 30, Carolus Tuah, Selasa (31/12/2013).

Tuah menjelaskan, pemberian dana hibah dan bansos ini tak terlihat hasilnya. Dia pun meminta Awang Faroek Ishak berani menunjukkan keberhasilan dengan pemberian dana hibah ini.

“Awang Faroek sering memamerkan program Beasiswa Cemerlang, hingga menjadi perhatian bagi provinsi lain. Seharusnya, dana yang begitu besar untuk dana hibah dan bansos ini juga dipamerkan dan ditunjukkan mana saja hasilnya,” kata Tuah.

Dia malah menyebut, pemberian dana hibah dan bansos itu wujud politik pencitraan dengan cara bagi-bagi anggaran. Jika dibandingkan dengan anggaran untuk kegiatan pembangunan, Tuah menyebut banyak paradoks dan ironi. Dia mencontohkan, anggaran tahun 2012 untuk dana hibah sebesar Rp 740,588 miliar dan bansos Rp 115,780 miliar. Sedangkan anggaran untuk Badan Lingkungan Hidup hanya sebesar Rp 23 miliar.

“Ini kan paradoks, kampanye Awang Faroek soal Kaltim Green tentu sangat bertolak belakang dengan anggaran yang diberikan,” katanya.

Dia juga membandingkan anggaran multiyears penanganan banjir di Kota Samarinda yang juga lebih kecil dari dana hibah dan bansos di tahun 2012 itu. Anggaran penanganan banjir Samarinda tahun jamak sebesar Rp 600 miliar.

“Anggaran penanganan banjir Kota Samarinda banyak yang tidak terserap dan menjadi Silpa. Padahal warga Samarinda kalau musim hujan kebanjiran, kalau musim kemarau seperti hidup di padang pasir yang penuh debu,” kata Tuah.

Pokja 30 menemukan, penerima dana hibah kebanyakan adalah lembaga, yayasan atau organisasi kemasyarakatan (ormas). Sebagian pengurus organisasi yang terima hibah adalah pejabat atau anggota DPRD.

“Minimal punya hubungan dekat dengan pejabat atau anggota DPRD. Ini namanya, anggota DPRD menganggarkan untuk dirinya sendiri. Bisa kita sebut semacam ongkos politik,” kata Tuah.

Selama empat tahun tersebut, tren pemberian dana hibah terus mengalami peningkatan. Meski dana bansos menurun, namun dana hibah mengalami peningkatan signifikan. “Pada tahun 2013 atau di akhir kepemimpinan Awang Faroek periode pertama, dana hibah bahkan mencapai Rp 1,138 triliun,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com