Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidupkan Lagi Tradisi Lambung yang Hilang Pascatsunami

Kompas.com - 25/12/2013, 15:37 WIB
Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami

Penulis


KOMPAS.com — Arus lalu lintas yang padat, suasana pasar yang gaduh, teriakan warga menjajakan dagangannya, hingga senyum warga menyabut tetamu yang berkunjung, itulah suasana yang bisa dinikmati di Kota Banda Aceh.

Kota kecil dengan berbagai sejarah yang dimilikinya, mulai dari kegemilangan para sultan yang meninggalkan jejak kebesaran hingga sejarah kehancuran yang tak terlupa karena musibah gempa dan tsunami tahun 2004 lalu.

Banda Aceh memang sempat hancur, nyaris tak bersisa. Gelombang raya dan guncangan gempa 9,2 SR menghancurkan seluruh kehidupan masyarakat, tak terkecuali sendi-sendi perekonomian warga yang sebelumnya berdiri kokoh.

Adalah Desa Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Desa yang hanya berjarak 2 kilometer dari bibir pantai ini pernah hancur tak bersisa. Semua bangunan rata dengan tanah diluluhlantakkan oleh gelombang tsunami.

Desa berpenduduk 1.500 jiwa sebelum musibah tsunami itu kini bersisa 270 jiwa saja.

Makanan khas

Dulu desa ini sangat dikenal dengan usaha kue kering tradisional. Usaha rumahan yang menjaga tradisi daerah. Setiap rumah tangga memiliki usaha kue kering, mulai dari bhoy (bolu kering), dodol, dan meuseukat Aceh, kue ranting pohon (berbahan gula dan putih telur), hingga keukarah.

Semua ini adalah makanan khas Aceh yang selalu ada dalam setiap upacara adat dan perayaan hari besar agama Islam.

"Semua generasi pengrajin kue di sini sudah menjadi syuhada, meninggal dalam musibah tsunami yang lalu dan pastinya ini sebuah kehilangan generasi yang luar biasa bagi kami," jelas Yubahar Zaini (70), Tuha Peut Desa Lambung, Kamis (25/12/2013).

Pascatsunami, sebut Yubahar, sulit membangkitkan kembali kemegahan Desa Lambung sebagai desa penghasil kue kering tradisional dan sebagai Desa Penjaga Tradisi.

"Sulitnya karena sudah tidak ada generasi lanjutan yang berinisiatif untuk membangkitkan kembali kemegahan masa lalu. Yang tersisa saat ini adalah orang-orang muda yang kalau diibaratkan masih muncul sebagai kuncup belum mekar dan dewasa," ujarnya.

Hingga akhirnya, sebut Yubahar, ia meminta kepada anaknya, Rira (37), untuk bangkit dan membangkitkan kembali tradisi yang sempat hilang dan terkubur waktu.

"Saya minta anak saya untuk menjadi pelopor untuk membangkitkan kembali tradisi di desa ini, yaitu memproduksi kembali kue-kue tradisional Aceh," ujar Yubahar.

Bangkit dari trauma dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Rira pun memenuhi permintaan sang ayah.

"Kami masih trauma, setelah tiga tahun pascatsunami, kami baru kembali ke Desa Lambung lagi, dan memulai kehidupan baru," kenang Rira.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com