Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1.000 Lilin dari Warga Difabel untuk Nelson Mandela

Kompas.com - 08/12/2013, 11:53 WIB

MADIUN, KOMPAS.com - Belasan difabel yang tergabung dalam Persatuan Penyandang Cacat Kota Madiun (PPCKM) menggelar aksi keprihatinan atas meninggalnya mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela di Alun-alun Madiun, Sabtu (7/12/2013) malam. Aksi keprihatinan ini langsung menyedot perhatian kalangan anak-anak, remaja, dan orangtua yang sedang berada di alun-alun itu.

Para pengunjung alun-alun itu bukan sekadar melihat aksi keprihatinan ini, tetapi juga turut menyalakan lilin satu per satu untuk diletakkan di bawah tiang bendera merah putih yang ada di depan Pendopo Alun-alun Madiun.

Dalam aksi berkabung atas meninggalnya bapak Batik Dunia sekaligus bapak antidiskriminasi ini, warga dan pengujung alun-alun juga diajak berdoa sekaligus mengheningkan cipta atas meninggalnya Nelson Mandela. Selama ini, Nelson Mandela dianggap berhasil menyatukan seluruh umat manusia dengan mengesampingkan rasialisme.

Dalam acara itu, juga dibacakan puisi panjang sebanyak 5 lembar oleh Ketua PPCKM, Paran Raharjo. Paran mengungkapkan di Indonesia masih banyak diskriminasi, terutama untuk kalangan penyandang cacat. Dia mencontohkan adanya diskriminasi dalam mendapatkan pendidikan, pekerjaan, hingga urusan membangun rumah tangga. Puisi itu ditutup dengan sikap Nelson Mandela yang tak pernah mendiskriminasikan orang atau mendiskreditkan orang hanya karena kekuragan fisik atau ras maupun golongan.

Salah seorang pengunjung, Rahma (17) mengatakan, aksi keprihatinkan dan bela sungkawa 1.000 lilin untuk Nelson Mandela itu diharapkan memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia. Karena praktik diskriminasi masih terjadi di berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Padahal, kata Rahma, jika berkaca pada perilaku dan sikap Nelson Mandela, bangsa Indonesia akan semakin kuat dan maju.

"Harapan kami dengan adanya aksi ini, mengingatkan semua baik secara internasional maupun nasional agar segera menghapus diskriminasi. Jangan sampai meninggalnya bapak antidiskriminasi, Nelson Mandela justru membuat diskriminasi akan semakin tumbuh subur," terang salah satu siswi SMK Negeri di Kota Madiun, Sabtu (7/12/2013) malam.

Sementara itu, koordinator aksi, Paran Raharjo yang sekaligus Ketua PPCKM menegaskan, acara itu sebagai aksi keprihatinan atas meninggalnya Nelson Mandela yang dianggap sebagai Bapak Antidiskriminasi Dunia.

Apalagi, selama ini Nelson Mandela sejak pensiun dari Presiden Afrika Selatan terus berjuang melawan diskriminasi hingga disegani dunia.

"Biar bagaimana pun juga diskriminasi akan menimbulkan kelompok kekecewaan dan perpecahan yang lama kelamaan menimbulkan perlawanan dan merontokkan kepercayaan kepada pimpinan," ucapnya.

Paran mencontohkan, selama ini banyak diskriminasi di Indonesia, termasuk di Kota Madiun. Di antaranya masalah mencari pekerjaan. Penyandang cacat seperti ia dan teman-temannya sulit mencari lapangan pekerjaan hanya karena kekurangan fisik.

"Kalau fisik kami tak sempurna, jangan malah didiskriminasikan. Apalagi, diskriminasi bukan hanya soal pekerjaan, pendidikan, dan bahkan pelayanan. Kami sebagai manusia yang tak sempurna fisiknya, masih bisa bekerja menggunakan otak. Seharusnya, praktik diskriminasi di Madiun dan Indonesia dihapus demi kemajuan bangsa dan memperkuat persatuan antarberbagai golongan dan ras," pungkasnya.

Aksi selama hampir 1 jam itu berlangsung damai meski tanpa pengawalan polisi berseragam. Mereka hanya dikawal sejumlah petugas Intelkam TNI dan Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com