Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM: Banyak Kasus Dugaan Pembunuhan yang Tak Tuntas di NTT

Kompas.com - 27/10/2013, 22:02 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com -- Pengungkapan terkait kasus pembunuhan yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) nasibnya kian tak jelas. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, mencatat sedikitnya ada empat kasus besar terkait pembunuhan yang tersebar di beberapa kabupaten, yang penanganannya masih terkatung-katung.

“Terdapat sejumlah kasus pembunuhan yang menarik perhatian publik berkaitan dengan proses penegakan hukumnya. Ironisnya, kasus-kasus ini sampai dengan sekarang belum mampu diungkap oleh aparat penegak hukum secara tuntas,” ungkap Staf Divisi Antikorupsi PIAR NTT, Paul Sinlaeloe, kepada Kompas.com, Minggu (27/10/2013).

“Kasus-kasus dimaksud adalah Kasus pembunuhan Yohakim Atamaran di Flores Timur, Kasus pembunuhan Paulus Usnaat di ruang tahanan Polsek Nunpene di Timor Tengah Utara (TTU), Kasus Pembunuhan Obadja Nakmofa di Kota Kupang dan Kasus pembunuhan Deviyanto Nurdin Yusuf di Maumere, Kabupaten Sikka,” beber Paul.

Hasil Investigasi PIAR NTT, lanjut Paul, menunjukkan bahwa terdapat sejumlah indikasi keganjilan dalam pengungkapan keempat kasus tersebut.

Ia pun mencontohkan kasus kematian Yohakim Atamaran pada 2007 lalu. Dalam keterangannya, ujar Paul, Kapolres Flores Timur sempat menyimpulkan bahwa korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas, padahal dalam penyelidikan dan penyidikan telah disampaikan kepada publik bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan dan sudah cukup bukti.

Dalam perkembangannya, saksi mahkota malah menarik keterangannya dan kasus ini pun dinyatakan tak bisa dilanjutkan. “Begitu juga dengan kematian Paulus Usnaat di TTU, 2008 lalu. Kapolres TTU menyimpulkan bahwa korban meninggal bukan karena dibunuh, tapi bunuh diri. Padahal, pihak penyidik dalam publikasinya mengatakan bahwa dalam kerja-kerja penyidikan, pihak Polres TTU telah menemukan lima alat bukti. Dalam perkembangannya pihak Kejaksaan menyuruh penyidik Kepolisian mencari saksi lain di luar tersangka dan hal ini menyulitkan proses penyidikan dan kasus ini menjadi terkatung-katung,” beber Paul.

Pada kasus kematian Deviyanto Nurdin bin Yusuf pada tahun 2009 pun demikian. Kapolres Sikka telah menyimpulkan korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas tunggal. Hal ini sangat aneh karena pada awalnya pihak Kepolisian telah menyataan bahwa kasus ini adalah kasus pembunuhan dan sudah cukup bukti.

“Dalam perkembangannya dokter ahli forensik yang mengotopsi jenazah korban Nurdin, mencabut keterangannya tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, alat bukti pun dinyatakan kurang dan akhirnya Reskrim Polda NTT mengeluarkan SP3,”jelasnya.

Sementara itu untuk kasus pembunuhan lainnya yakni anggota polisi Brigpol, Obadja Nakmofa, pada tahun 2012 sampai saat ini pihak kepolisian masih melengkapi berkas perkara untuk di limpahkan kembali ke pihak Kejaksaan.

Salah satu kesulitan pihak kepolisian untuk memenuhi tuntutan pihak Kejaksaan adalah pihak kepolisian harus melampirkan barang bukti berupa pisau yang digunakan untuk membunuh Obaja Nakmofa. Karena Barang Bukti berupa pisau belum bisa ditemukan oleh tim penyidik Polda NTT, maka penanganan kasus ini pun akhirnya terkatung-katung.

“Komponen sistem hukum yang harus dibenahi adalah substansi hukum, dalam hal ini norma-norma hukum berupa peraturan dan keputusan yang dihasilkan dari produk hukum. Selanjutnya, struktur hukum yakni kelembagaan yang diciptakan sistem hukum yang memungkinkan pelayanan dan penegakan hukum. serta, Budaya Hukum, dalam hal ini Perangkat tradisi, suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,”pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com