Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Demo Tolak Tambang, Siswa Dihukum Guru

Kompas.com - 03/10/2013, 14:18 WIB

MANADO, KOMPAS.com — Sejumlah siswa SMP Nasional Kahuku, Pulau Bangka, Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, tidak masuk sekolah terkait unjuk rasa menolak tambang bijih besi. Para siswa itu sebelumnya telah dihukum gurunya dengan berdiri di depan kelas selama dua jam. Ada juga yang dihukum jalan katak mengelilingi kelas.

Andina Paraeng, warga Pulau Bangka, yang dihubungi pada Rabu (2/10/2013), mengatakan, putranya, Glend Makawowode, yang sekolah di SMP Nasional Kahuku kelas III tidak lagi masuk sekolah selama dua hari sejak dihukum Senin lalu. ”Setelah dihukum guru, Glend tak ke sekolah. Katanya guru mengancam akan keluar kelas apabila Glend masuk sekolah,” kata Andina.

Menurut Andina, Glend dan beberapa siswa dihukum oknum guru bernama Martina Sikome dan Christin Pantiang karena orangtua mereka berunjuk rasa menolak tambang bijih besi di Pulau Bangka. Hukuman berupa berdiri di depan kelas, lalu disuruh jalan katak mengelilingi kelas. ”Kami orangtua kaget, apa hubungan sekolah dan penolakan tambang,” katanya.

Masalah itu dibenarkan William Ajinaung, tokoh masyarakat yang menerima pengaduan dari orangtua siswa. ”Benar, anak sekolah dihukum karena orangtua menolak tambang,” katanya.

Kepala Sekolah SMP Nasional Kahuku Lansus Ruitang gagal dihubungi. Telepon Ruitang tidak aktif. Namun, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Minahasa Utara Max Tapada berjanji akan mengusut masalah ini. ”Saya baru dengar dari Anda. Tidak boleh guru bertindak seperti itu,” ujarnya.

Satu pekan terakhir, ribuan warga Pulau Bangka memprotes Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara yang memberikan izin eksplorasi bijih besi kepada PT Mikgro Metal Perdana. Mereka menjaga wilayah pantai, mencegah masuknya rakit yang membawa peralatan bor perusahaan, (Kompas, 2/10).

Standar ganda di Jambi

Sementara itu, di Jambi masyarakat mendesak aparat kepolisian menghentikan standar ganda dalam menyikapi maraknya aktivitas tambang liar di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. Aparat jangan hanya menindak petambang, tetapi juga memberi sanksi tegas terhadap oknum yang menarik keuntungan dalam aktivitas itu.

Kerabat korban tewas Asep, Aswan, mengatakan, aparat menggelar operasi tambang emas liar tanpa menindak oknum yang selalu meminta uang keamanan dan menjual jasa sewa alat dalam aktivitas tambang. ”Kehadiran oknum semakin mempersulit penyelesaian kasus tersebut,” ujarnya, Rabu.

Masyarakat juga menolak kekerasan aparat terhadap warga. Itu terkait dugaan penembakan terhadap Asep.

Asep diduga tertembak pada hidung dan menembus belakang kepala. Warga mendapati tiga selonsong peluru di sekitar lokasi bentrokan. Kemarin, keluarga memaksa visum ulang korban untuk memastikan penyebab tewasnya Asep. Bentrokan terjadi saat tim gabungan Brimob, Polres Sarolangun, dan TNI menggelar Operasi PETI Siginjai 2013. Dua warga sipil dan satu petugas Brimob tewas dalam peristiwa itu.

Aktivis Gerakan Cinta Desa, Eko Waskito, menilai penambangan liar di wilayah Limun sudah merusak keseimbangan ekosistem hulu sungai. ”Ada sekitar 5.000 tambang emas rakyat yang beraktivitas menggunakan merkuri dan sianida,” ujar Eko.(ITA/ZAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com