"Kita harus memberikan kesempatan hutan Merapi berbenah, hingga mencapai klimaks restorasi dan kembali seperti semula," tegas Koordinator Pengendalian Ekosistem Hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Asep Nia Kurnia, Rabu (11/9/2013).
Menurut Nia, pemberian kesempatan itu bisa berupa menjaga hutan dan tak melakukan ekploitasi terhadap apa pun yang sekarang ada di hutan tersebut. Sampai kondisi hutan tersebut pulih, kata Nia, aktivitas masyarakat di kawasan tersebut harus sangat dikurangi.
"Saat berjalan, bisa saja satu orang menginjak anakan pohon yang mau tumbuh. Jika ratusan orang (yang berjalan di sana), bisa dibayangkan berapa besaran potensi anakan pohon yang akan terinjak," tegas Nia.
Mencari rumput, menurut Nia, masih dimungkinkan selama berpegang pada prinsip harmoni alam. Jangan sampai, ujar dia, mencari rumput, tetapi juga mengangkut pohon kecil. Demikian pula mencari kayu bakar, pesan Nia, jangan dilakukan dengan memotong pohon hidup.
"Saat hutan Merapi sudah normal, tanpa meminta pun alam akan memberikan sesuatu. Misalnya, air akan melimpah dan saat terjadi erupsi, hutan dapat menjadi benteng laju awan panas," lanjut Nia. Selama ini restorasi kawasan tersebut dikelola oleh TNGM.
Tak hanya menanam pohon asli hutan di Gunung Merapi, TNGM juga melepaskan satwa di kawasan tersebut. Berdasarkan data, ada lebih dari 1.000 jenis tumbuhan di kawasan ini, tetapi hanya dua tanaman yang benar-benar khas, yaitu kantong semar (Nepenthes) dan anggrek vanda tricolor. Sementara satwa khas Merapi adalah elang jawa dan macan tutul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.