"Harga tempe dan tahu goreng tetap sama Rp 500," ujar Ramto (43), salah satu penjual angkringan, di Jalan Moses Gatot Kaca, Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman, Selasa (27/8/2013).
Meski bahan baku tempe dan tahu mengalami kenaikan, menurutnya, hal itu belum berimbas pada kenaikan harga jual tahu dan tempe. Ketakutan konsumen akan semakin kecilnya ukuran tempe dan tahu juga tidak terjadi sebab sampai saat ini masih sama.
"Pasti konsumen mengeluh jika tempe dan tahu yang pada dasarnya adalah makanan murah berubah menjadi mahal," katanya.
Menurut Ramto, tempe dan tahu adalah salah satu ikon angkringan selain tiga ceret yang berada di atas tungku. Biasanya tempe dan tahu menjadi lauk saat makan "nasi kucing". Para penggemar angkringan juga sering meminta tempe goreng dibakar sebagai selingan minum kopi, teh, air jeruk, maupun air jahe.
Sebagai pedagang angkringan, Ramto berharap agar kelangkaan dan melonjaknya harga kedelai bisa segera teratasi sehingga ia dan teman-teman penjual angkringan tidak harus menaikkan harga tempe dan tahu.
Sementara itu, Bangun Kristianto (25), salah satu mahasiswa Modern School Design (MSD) Yogyakarta, mengatakan bahwa tempe dan tahu selama ini banyak diminati oleh masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Selain harganya murah, makanan ini bergizi.
Menurutnya, sangat ironis ketika kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu harus mengalami kelangkaan dan kenaikan harga. "Imbasnya tentu akan ke daya beli masyarakat. Mau makan tempe saja kok susah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.