Muhammad Latip (45), warga Dusun Pangloros yang mewakili ratusan warga lainnya saat mendatangi Polres Pamekasan, menjelaskan, pemotongan BLSM yang dilakukan oleh Kades Mistai dengan cara meminta sumbangan Rp 20.000 sebelum pencairan BLSM. Seakan-akan uang itu menjadi persyaratan untuk pencairan BLSM.
"Warga dimintai uang Rp 20.000 untuk menukar kupon pencairan BLSM. Karena khawatir tidak kebagian, dengan terpaksa warga menyetorkan uang tersebut," terang Muhammad Latip.
Latip menambahkan, meskipun BLSM yang diberikan kepada warga utuh Rp 300.000, secara tidak langsung sudah ada pemotongan sebesar Rp 20.000 dengan persyaratan bahwa itu harus dibayar di awal pencairan.
"Sumbangan itu hanya akal-akalan Kades saja. Alasannya untuk membangun kantor desa, penerangan kantor desa, pembangunan jembatan, dan pembelian peralatan kantor desa," katanya.
Menurut Latip, untuk pembangunan desa, sudah ada anggaran dari pemerintah dan tidak perlu meminta sumbangan kepada masyarakat. Terlebih lagi, yang dimintai adalah warga miskin. Padahal, kantor Desa Panglegur masih bagus dan baru selesai dibangun beberapa tahun yang lalu.
Sementara itu, Mistai, Kades Panglegur, mengelak jika ada pemotongan BLSM. Yang ada hanya sumbangan kepada masyarakat penerima BLSM. Sumbangan itu sifatnya tidak memaksa. Karena sifatnya tidak memaksa, dia tidak mencatat siapa saja yang memberikan sumbangan atau tidak.
"Saya sampaikan kepada warga yang mau menyumbang, dipersilakan. Bagi yang tidak mau, saya tidak mempersoalkan," ujarnya.
Mengenai pelaporan dirinya kepada polisi oleh warganya, Mistai masih belum tahu. "Saya baru dengar dari sampean kalau saya dilaporkan," pungkasnya kepada Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.