Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Mamuju: Kalau Bertanggung Jawab, Mendikbud Harus Mundur

Kompas.com - 19/04/2013, 21:00 WIB
Kontributor Polewali, Junaedi

Penulis

MAMUJU, KOMPAS.com — Desakan mundur terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh karena karut-marut pelaksanan ujian nasional muncul dari daerah. Bupati Mamuju Suhardi Duka menilai penundaan UN berkali-kali di beberapa provinsi, termasuk Sulawesi Barat, adalah sebuah kecelakaan sejarah yang memalukan dalam dunia pendidikan.

Menurut Suhardi, kebijakan sentralisasi percetakan soal UN di Jakarta tidak hanya membutuhkan waktu lama dan menyulitkan proses distribusi ke sejumlah daerah, terutama daerah yang sulit dijangkau, tetapi juga bertentangan dengan semangat desentralisasi melalui otonomi daerah.

"Kalau Menteri Pendidikan bertanggung jawab dalam masalah ini harusnya dia mundur. Mundurnya, ya, karena malu kepada Presiden yang memberinya kepercayaan dan tanggung jawab, dan malu kepada seluruh rakyat Indonesia karena gagal mengemban amanah pendidikan," ujar Suhardi ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (19/4/2013).

Penundaan jadwal ujian berkali-kali hingga pelaksanan UN tidak dilakukan secara serentak dinilai Bupati adalah imbas dari penerapan sistem sentralisatik, salah satunya pencetakan logistik ujian. Menurut dia, pencetakan soal UN seharusnya bisa dilakukan di setiap provinsi atau pulau-pulau di Indonesia agar distribusinya lebih mudah dan pemerintah turut memberdayakan perusahaan daerah sesuai semangat desentralisasi otonomi daerah.

"Sistem pendidikan kita sudah desentralisasi, kenapa Mendikbud kembali melakukan sentralistik? Kenapa tidak dilakukan pembagian wilayah? Indonesia ini negara besar. Kan tendernya bisa di Jakarta, percetakan soal ujian dilakukan di setiap provinsi atau pulau. Ini kan memberdayakan juga 33 perusahaan di daerah," kata Suhardi.

Menurut dia, karut-marut pelaksanan UN ini bisa memengaruhi citra pemerintahan SBY. Amburadulnya pelaksanan ujian dinilai Suhardi bisa memengaruhi wibawa pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com