Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantai Losari Tak Aman, Polisi Janjikan Razia

Kompas.com - 02/04/2013, 10:10 WIB
Kontributor Makassar, Hendra Cipto

Penulis

MAKASSAR, KOMPAS.com - Pantai Losari merupakan ikon Kota Makassar yang setiap harinya dikunjungi ribuan wisatawan lokal maupun luar dari berbagai provinsi di Indonesia dan mancanegara. Sayangnya, kenyamanan pantai itu mulai terganggu dengan seringnya terjadi aksi kejahatan.

Kasus terakhir, Yusliadi, seorang pengunjung asal Kabupaten Gowa, ditemukan tewas dengan luka tusuk dan sabetan parang di sekujur tubuh. Pemuda 29 tahun itu menjadi korban preman yang mengaku sebagai tukang parkir.

Dikonfirmasi soal kasus tersebut, Kepolisian berjanji untuk memaksimalkan pengamanan di sekitar kawasan Losari tersebut. Kepala Polsekta Ujungpandang, Komisaris Polisi (Kompol) Diari Astetika mengatakan, pihaknya juga akan menggelar razia dalam waktu dekat untuk mencegah aksi premanisme.

Targetnya, orang-orang dan barang yang dianggap bisa memicu aksi kekerasan. "Kami koordinasikan dengan pihak-pihak lain dari Pemerintahan Kota. Karena kami tidak bisa sendiri mengatasi ini," kata dia.

Dimintai tanggapan soal kasus-kasus kejahatan di kawasan Pantai Losari, kriminolog dari Universitas Hasanuddin, Prof Muhadar yang dihubungi Kompas.com, Selasa (2/4/2013) mengatakan, maraknya kekerasan di Pantai Losari menandakan kegagalan Pemerintah dan Kepolisian dalam membentuk situasi yang aman bagi masyarakat. Seharusnya, aksi kekerasan bisa diantisipasi dan dicegah dengan berbagai cara yang bisa dilakukan pemerintah dan polisi.

"Tidak ada jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan keamanan. Berbagai langkah pencegahan kriminalitas bisa dilakukan, sehingga di kemudian hari fenomena serupa tidak gampang terulang," kata Muhadar.

Dia berpendapat, program jangka pendek seperti razia tidak bisa memecahkan persoalan. "Persoalan tidak dapat dipecahkan dengan program jangka pendek saja. Aparat harus bertindak maksimal," tegas dia.

Menurut Muhadar, masyarakat juga punya andil dalam maraknya kekerasan. Orang-orang, kata Muhadar, kian gampang tersinggung. Itu karena mereka cenderung kurang memiliki kepastian dan keyakinan dalam mempertahankan hidup.

"Masyarakat hidup di tengah ketidakpastian. Aksi kekerasan selama ini didominasi oleh masyarakat kaum pinggiran yang hidup dengan penghasilan ekonomi menengah ke bawah. Minimnya pendapatan membuat mereka kian gampang tersulut emosi. Sekali lagi, ini karena kegagalan Pemerintah dalam menjamin kehidupan yang layak bagi masyarakatnya secara merata. Jadi orang-orang bisa melakukan apa saja, termasuk menumpahkan darah sesamanya," Muhadar membeberkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com