Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Cermati Kasus Penyelundupan Pupuk Bersubsidi

Kompas.com - 13/06/2012, 14:10 WIB
Kontributor Surabaya, Achmad Faizal

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com — Penyelundupan 20 kontainer pupuk urea bersubsidi yang digagalkan jajaran Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pabean Tanjung Perak (KPPBC Pabean Tanjung Perak), Surabaya, menjadi perhatian Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri (Direktorat Tipikor Bareskrim Polri). 

Selain memantau kasus tersebut, polisi juga tengah menunggu pelimpahan kasus itu dari pihak Bea dan Cukai. Direktur Tipikor Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Noer Ali saat menyaksikan pembukaan barang bukti pupuk urea bersubsidi di kompleks pergudangan Jalan Kalianak, Surabaya, Rabu (13/6/2012), mengatakan, jika kasusnya sudah dilimpahkan ke polisi, maka pihaknya berjanji akan menelusuri kasus itu dari hulu hingga hilir.

''Penyelundupan pupuk bersubsidi ke negara lain ini adalah modus kasus pertama yang ada,'' katanya.

Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono menambahkan, polisi dilibatkan dalam kasus ini karena ada potensi penyalahgunaan uang negara dalam pengadaan pupuk subsidi. ''Pupuk subsidi, yang harusnya dipakai untuk membantu petani dari dana negara, ternyata dijual ke luar negeri,'' ujarnya.

Seperti diberitakan, 20 kontainer pupuk produksi Pusri dan Kujang Cikampek itu disita KPPBC Pabean Tanjung Perak Surabaya karena menyalahi aturan ekspor. Dalam dokumen ekspor disebutkan sebagai pupuk organik, tetapi saat dicek silang, ternyata itu adalah pupuk jenis urea dan terdapat label subsidi di kemasannya.

Pencegahan pengiriman 20 kontainer pupuk subsidi berukuran 20 feet itu membatalkan pengiriman 12 kontainer lagi dari proses pengiriman dari Kendal, Jawa Tengah.

Seorang tersangka pria berinisial AB (34) telah diamankan dalam kasus ini. Tersangka, kata Agung, terancam dijerat pasal berlapis, antara lain Pasal 103 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, serta Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 8 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com