Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Pinrang, PNS Bebas Kawin Cerai

Kompas.com - 11/09/2011, 13:56 WIB

PINRANG, KOMPAS.com — Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang mengatur tentang izin perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil (PNS) dan berlaku bagi seluruh jajaran PNS di seluruh Indonesia dinilai tidak berjalan optimal, bahkan tidak berlaku efektif di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

Hal ini dikemukakan Direktur Lembaga Kajian Pengembangan Daerah (Lakipada) Muhammad Yusuf Timbangi, Minggu (11/9/2011). Ia mengatakan, terkesan ada pembiaran bagi PNS di Kabupaten Pinrang dalam melakukan perkawinan dan perceraian yang menyalahi PP Nomor 10 Tahun 1993. Menurut mantan anggota DPRD Kabupaten Pinrang ini, bukannya sanksi yang diberikan kepada PNS yang melakukan poligami tanpa izin, malah dihadiahi jabatan strategis.

"Sebut saja pejabat berinisial HSS dan ASW yang beristri dua tanpa mengantongi izin atasan. Padahal, mereka sudah memiliki keturunan. Mereka malah diberi jabatan penting dalam pemerintahan. Kenyataan ini menjadi preseden buruk dalam pengelolaan aparatur pemerintahan," katanya.

Yusuf menambahkan, berdasarkan aturan, PNS yang berpoligami tanpa izin harusnya diberikan sanksi tegas berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Selain itu, kata Yusuf, ada juga PNS wanita di Pinrang yang dijadikan istri kedua. Padahal, dalam aturan kepegawaian, sanksi bagi PNS yang menjadi istri kedua adalah pemecatan.

"Pembiaran ini tidak hanya berdampak pada tidak adanya efek jera bagi PNS lainnya, tetapi juga mencoreng citra aparatur pemerintahan. Bisa saja timbul opini masyarakat kalau pejabat Pinrang doyan kawin. PNS yang beristri lebih dari satu orang juga sangat rentan terhadap tindak korupsi karena beban ekonominya lebih besar sehingga penyalahgunaan jabatan bisa saja terjadi," ujarnya.

Bupati Pinrang H Andi Aslam Patonangi yang dikonfirmasi terkait hal tersebut beralasan, masalah perkawinan PNS yang lebih dari satu kali ataupun perceraiannya adalah masalah pribadi setiap aparatur yang tidak bisa ditendensi oleh pihaknya. "Itu masalah pribadi. Kami tidak boleh ikut campur," katanya singkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com