Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mardy Darau, Setia "Manetek" Kayu

Kompas.com - 13/06/2011, 11:01 WIB

KOMPAS.com - Di hutan Kelurahan Petuk Katimpun, Kecamatan Jekan Raya, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, seorang pencari kayu berjalan cepat tanpa alas kaki. Lebih cepat dan nyaman jika tak menggunakan sandal atau sepatu menjadi alasan meski bukannya tidak beresiko.   

"Beberapa kali saya terluka karena potongan kayu atau duri. Tak apa-apa, tinggal dicabut," ujarnya enteng saja seraya tersenyum.

Pencari kayu itu, Mardy Darau (53), harus menempuh jarak sekitar lima kilometer dari rumahnya sebelum mencapai hutan. Perjalanan masih harus ditempuh lagi dengan perahu kecil sekitar 10 menit melalui Sungai Rungan. Di dalam hutan, tak hanya risiko terluka yang harus dihadapi.

"Kekhawatiran dihadang hewan-hewan berbahaya seperti ular, kalajengking, dan lebah juga sering menghinggapi saya. Untung, saya tak pernah terluka parah karena hewan-hewan itu," katanya, Senin (13/6/2011).

Mardy adalah satu dari sedikit masyarakat Dayak yang kini masih setia menyusuri hutan untuk mencari kayu bakar. Potongan-potongan kayu dari pohon yang ditebang kemudian dibawa ke rumah untuk disusun. Kayu dikemas berbentuk kotak dengan panjang dan lebar masing-masing sekitar 60 sentimeter (cm) dan tinggi 80 cm.

Setiap kotak cukup untuk bahan bakar memasak selama satu minggu. Dalam masyarakat Dayak, tradisi itu disebut maneweng (menebang), manetek (memotong), manyila (membelah) kayu. Sudah sejak pindah ke Palangkaraya pada tahun 1983 ia masih setia dengan tungku sederhananya yang berbahan bakar kayu.  

"Di kampung saya, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng juga begitu. Saya sudah biasa mencari kayu bakar sejak umur 10 tahun," kata Mardy. Meski gempuran teknologi kian deras mengikis tradisi lokal, sebagian kecil masyarakat Dayak tetap mempertahankan memasak dengan kayu bakar.

Akan tetapi, kesetiaan Mardy terhadap tradisi itu bukannya tak terganggu kebimbangan. Ia sebenarnya ingin mengganti tungkunya dengan kompor gas. Peralatan memasak lebih cepat kotor kalau menggunakan tungku. Peralatan masak pun kian cepat rusak karena harus sering digosok, tuturnya.

Namun, penghasilan Mardy yang hanya sekitar Rp 1,5 juta per bulan belum memungkinkan untuk membeli kompor gas. Sehari-hari, Mardy bekerja serabutan seperti menyadap karet, menangkap ikan, dan berburu babi hutan. Di rumahnya, Mardy membuka warung kecil untuk sekadar menambah penghasilan.

Sesungguhnya, maneweng manetek manyila kayu semakin jarang dilakukan masyarakat Dayak. Isu berkurangnya luas hutan semakin mempersempit ruang gerak para pelaku tradisi tersebut. Padahal, kearifan lokal suku Dayak telah menjaga kelestarian hutan dengan mengambil kayu seperlunya saja sesuai kebutuhan.

"Apalah artinya kalau saya butuh satu-dua pohon untuk sekadar membuat dapur berasap dibandingkan pembalakan liar yang dibiarkan terus dan membuat hutan hancur," ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com