Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ustaz Terapung yang Juga Me-"laundry"

Kompas.com - 09/09/2010, 15:04 WIB

TANJUNG PERAK, KOMPAS.com — Rosadi (46), warga asal Bekasi, tampak fasih melantunkan ayat-ayat suci Al Quran di Masjid Pagaralam, Kapal Motor (KM) Gunung Dempo. Tak pelak, ia kemudian didaulat sebagai imam setiap waktu shalat dari pagi hingga malam di kapal buatan Jerman tersebut. Semua awak kapal pun memanggilnya dengan "Pak Ustaz".

Tidak seperti penampakan pemuka agama yang kerap berjenggot dan berpeci, Rosadi justru tampak sederhana dengan balutan kaus dan celana bahan. Mukanya pun tampak lebih muda dari seusianya. Akan tetapi, siapa sangka bahwa pria yang sudah pergi berlayar selama 15 tahun ini rupanya adalah kru kapal KM Gunung Dempo yang sehari-harinya bertugas di bagian laundry alias mencuci dan menyetrika. "Saya memang dobel kalau tugas utamanya di sini bagian laundry, mencuci, dan setrika baju-baju para ABK," ujar Rosadi, Selasa (7/9/2010) di KM Gunung Dempo.

Saat ditugaskan di KM Gunung Dempo yang baru saja beroperasi dua tahun lalu, ia dipercaya menjadi imam di Masjid Pagaralam. Segala bentuk ibadah pun dikomandoinya, termasuk perihal zakat. Rosadi tak tahu mengapa dirinya yang dipercaya sebagai imam di kapal bermuatan 1.500 orang tersebut.

Menurutnya, ia tidak memiliki latar belakang pendidikan agama Islam. Pengetahuan agamanya pun hanya didalami sendiri dan hasil didikan orang tua. "Saya hanya biasa mengaji bersama orang tua kalau di rumah dulu. Bagi saya, kalau jadi imam ini untuk ibadah," ujarnya.

Saat waktu shalat tiba, Rosadi meninggalkan pekerjaannya sejenak di bagian laundry dan langsung menuju Masjid Pagaralam yang berada di dek 6 KM Gunung Dempo. Setelah selesai memimpin shalat, ia kembali berhadapan dengan mesin-mesin besar pencuci pakaian.

Jam kerja Rosadi untuk mencuci yakni pada pukul 08.00-17.00 WIB setiap harinya. "Sehari-harinya saya dibantu sama satu orang teman di sini, jadi tidak sendirian. Kalau mencuci di sini ada dua mesin cuci besar," ungkap Rosadi. Ruang kerja Rosadi berada di bagian bawah dek kapal, yakni dek 4. Bagian kapal ini lebih sempit jika dibandingkan dek di atasnya yang masih diramaikan penumpang.

Di tempat tersebut, hanya ada ruang mencuci dan menyetrika serta lorong-lorong sempit dengan kamar-kamar kecil di sebelah kanan-kirinya. Bagian kapal ini terbilang memiliki langit-langit yang lebih rendah dibandingkan dek lain di atasnya. Tidak ada penumpang kapal di level ini. Maklum saja, di dek ini memang area para awak kapal seperti bagian kebersihan, laundry, dan keamanan.

Saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Rosadi tengah menyetrika tumpukan pakaian yang baru saja selesai dikeringkan. "Kalau dari Jakarta pakaian yang dicuci banyak bisa sampai 200 kilogram," ujarnya.

Meski tugasnya cukup berat apalagi dikerjakan hanya berdua, Rosadi mengaku hal tersebut tidak sebanding dengan rasa rindunya dengan keluarga di Bekasi. Malam takbiran, menurutnya, adalah saat paling sedih selama dirinya melaut. "Malam takbiran itu terasa sekali sepinya. Saya jadi teringat kalau di rumah ramai bersama keluarga," ungkap Rosadi.

Sementara, saat di kapal, suasana malam takbiran berlangsung seadanya. Biasanya beberapa awak akan memukul galon air mineral sebagai pengganti beduk sambil mengumandangkan takbir bersama penumpang dan kru kapal. "Sedih pasti, tapi harus dijalankan karena kita melaut selama tiga bulan enggak ketemu keluarga, baru sebulan mendarat," ungkap Rosadi.

Kisah Rosadi, sang ustaz terapung yang juga tukang cuci ini, hampir dirasakan semua kru kapal KM Gunung Dempo. Kerinduan akan keluarga selalu membuatnya sedih saat pergi melaut. Akan tetapi, para kru kapal ini berusaha menjadikan laut dan awak kapal sebagai rumah dan keluarganya. Setidaknya, rasa sepenanggungan membuat kekerabatan antar-kru kapal menjadi sedemikian eratnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com